DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemerintahan Kabupaten Aceh Besar di bawah kepemimpinan Bupati Syech Muharam Idris kini berada di persimpangan.
Janji perubahan yang sejak awal dikampanyekan, menurut pengamat sosial, politik, dan pembangunan Universitas Abulyatama (Unaya), Dr. Usman Lamreung, M.Si, harus segera diwujudkan dalam bentuk langkah nyata, terutama dalam reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan.
“Gagasan perubahan Aceh Besar tidak boleh berhenti sebagai jargon politik. Ini kebutuhan mendesak agar Aceh Besar tidak tertinggal dibanding daerah lain. Perubahan itu harus terlihat dari cara pemerintah bekerja, bagaimana kebijakan dijalankan, dan bagaimana anggaran dimanfaatkan,” tegas Usman kepada media dialeksis.com, Jumat (8/8/2025).
Salah satu indikator yang menjadi sorotan adalah rendahnya realisasi anggaran daerah. Menurut Usman, capaian serapan anggaran yang lemah bukan sekadar soal administrasi, melainkan cerminan adanya hambatan di lapangan.
“Jika anggaran tidak terserap maksimal, itu artinya program pembangunan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dampaknya jelas: pertumbuhan ekonomi melambat dan pelayanan publik melemah. Masyarakat akan merasakan langsung ketidakmaksimalan kinerja pemerintah,” ujar Usman.
Ia menambahkan, dalam konteks daerah seperti Aceh Besar yang memiliki potensi pertanian, perikanan, dan pariwisata, setiap rupiah yang tidak dibelanjakan untuk program produktif adalah peluang yang terbuang. “Apalagi kita bersaing dengan daerah lain. Kalau lambat, kita akan tertinggal,” lanjutnya.
Selain masalah anggaran, Usman juga menyoroti lemahnya koordinasi dan komunikasi lintas unsur Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
Menurutnya, disharmoni antar-lembaga strategis dapat menghambat penyelesaian persoalan daerah yang bersifat lintas sektor.
“Kalau komunikasi tidak efektif, bagaimana mungkin kita bisa merespons isu strategis seperti penanganan bencana, keamanan daerah, atau investasi? Bupati harus mampu memimpin orkestrasi Forkopimda agar semua bergerak dalam irama yang sama,” kata Usman.
Kondisi birokrasi Aceh Besar juga dinilai belum ideal karena banyaknya posisi pimpinan Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK) yang diisi oleh Pelaksana Tugas (Plt).
“Plt itu sifatnya sementara, sehingga banyak keputusan penting yang tertunda atau dijalankan setengah hati. Ini merugikan pelayanan publik dan memperlambat pelaksanaan program. Bupati harus segera menetapkan pejabat definitif agar ada kepastian dan akuntabilitas,” tegasnya.
Usman menegaskan, kunci keberhasilan pemerintahan saat ini ada pada konsolidasi internal birokrasi. Langkah itu meliputi penyelesaian persoalan Plt, membangun komunikasi fungsional dengan Forkopimda, dan mempercepat reformasi manajerial.
“Kalau langkah konkret tidak segera diambil, gagasan perubahan akan kehilangan makna di mata publik. Kepercayaan masyarakat bisa hilang, dan itu sulit untuk dikembalikan,” pungkasnya. [nh]