Kamis, 03 April 2025
Beranda / Pemerintahan / Riuh PSA, Syahril Ramadhan: Segera Ajukan Perubahan Anggaran, Sisir Anggaran Siluman dan Pokir

Riuh PSA, Syahril Ramadhan: Segera Ajukan Perubahan Anggaran, Sisir Anggaran Siluman dan Pokir

Minggu, 30 Maret 2025 14:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Ratnalia

Syahril Ramadhan, Pemerhati Sosial Politik Aceh. Foto: for Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Aceh - Komplain dan dramatisasi perjuangan pembentukan ALA dan ABAS akibat ketidakmerataan Proyek Strategis Aceh (PSA) menjadi momentum bagi Gubernur Aceh Muzakir Manaf untuk segera mengajukan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Perubahan (RAPBA - P) tahun berjalan.

Pemerhati Sosial Politik Aceh, Syahril Ramadhan, menanggapi hal ini. Menurutnya, langkah ini diperlukan untuk menjawab keresahan sejumlah tokoh dan pengamat yang menilai Gubernur Aceh di tahun pertama kepemimpinannya belum mampu mengakomodir seluruh daerah. Padahal, secara regulasi, mekanisme penganggaran harus diajukan dan disahkan pada tahun sebelumnya.

"Gubernur Mualem perlu memprioritaskan perubahan anggaran. Pertama, karena telah mendapat izin Mendagri untuk penyesuaian dengan Visi Misi Gubernur definitif. Kedua, isu PSA yang tidak merata menjadi sentimen negatif bagi pemerintahan Mualem Dek Fadh di awal masa kepemimpinannya," tegas Syahril.

Perubahan anggaran tahun 2025 tidak hanya ditujukan untuk merespons ketidakmerataan PSA, tetapi juga menyaring program-program "siluman" yang diusulkan rezim Penjabat Sementara (Pj) Gubernur, baik Bustami Hamzah maupun Syafrizal.

"Kita tahu pemerintahan ini adalah produk politik. Setiap rezim memiliki kepentingan anggaran. Wajar jika diduga banyak program titipan elit politik pada era sebelum Mualem. Ini sudah menjadi rahasia umum," tambahnya.

Syahril juga menyoroti keinginan DPRA menguasai anggaran melalui program Pokok - Pokok Pikiran (Pokir). Meski anggaran Pokir mencapai triliunan rupiah per tahun, program ini dinilai tidak berdampak positif bagi pembangunan ekonomi Aceh, bahkan kerap bermasalah hukum seperti kasus di Badan Reintegrasi Aceh (BRA).

"Pokir DPRA hanya memperkaya dewan dan kelompoknya. Tidak ada satupun hasilnya yang menyentuh rakyat. Programnya atas nama rakyat, tetapi penerima manfaatnya justru dewan melalui afiliasinya," kritiknya.

Ia mendesak Pemerintahan Mualem Dek Fadh menjadi pemerintahan reformatif yang tidak terjebak pembagian anggaran eksekutif-legislatif, melainkan fokus pada kemakmuran Aceh sebagai tujuan kolektif.

"Pemerintah harus mengevaluasi anggaran Pokir DPRA. Selama ini, tidak ada integrasi antara usulan dinas teknis dan Pokir dewan. Padahal, dinas bertanggung jawab membangun sektor secara komprehensif," tegasnya.

Beredarnya informasi anggaran Pokir 2024 senilai Rp1,2 triliun semakin menguatkan kekhawatiran pengamat. Anggaran besar ini berpotensi sia-sia di tengah harapan pemerintahan baru yang dianggap perlu membedakan diri dari rezim sebelumnya.

"Jika ingin diakui sebagai pemerintahan pro-rakyat, anggaran Pokir harus dipangkas atau dihapus. Gubernur harus tegas, bukan malah membagi ‘kue’ anggaran ke legislatif," tegas Syahril.

Ia menutup dengan seruan: "Gubernur Aceh harus bekerja untuk rakyat, bukan sekadar membagi pendapatan daerah ke mitra legislatif. Hapuskan Pokir agar visi-misi Gubernur dan Wakil Gubernur terlaksana tuntas!"

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI