DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pengamat kebijakan publik sekaligus Dosen Universitas Syiah Kuala, Dr. Nasrul Zaman, menyoroti persoalan tata kelola dan struktur pengawasan di RSU Meuraksa Banda Aceh, terutama terkait keberadaan Dewan Pengawas (Dewas) yang dinilai tidak proporsional dalam hal kapasitas maupun etika kepatutan anggaran.
Menurutnya, dalam kondisi rumah sakit yang sedang terjerat utang hingga Rp50 miliar, sangat tidak pantas jika RSU Meuraksa justru dibebani dengan kehadiran Dewas yang tidak memiliki kapasitas membantu menyelesaikan persoalan, tetapi justru menerima gaji yang tinggi, bahkan disebut melampaui kemampuan keuangan rumah sakit itu sendiri.
“Dewas itu bukan hanya simbol pengawasan administratif. Mereka memiliki tanggung jawab strategis dan teknokratis. Bagaimana bisa rumah sakit yang sedang terlilit utang dibebani Dewas yang tidak memberi solusi, malah menambah beban anggaran?” ujar Nasrul kepada Dialeksis.com saata dihubungi, Sabtu (19/7/2025).
Nasrul menjelaskan, fungsi Dewan Pengawas di rumah sakit bukanlah sekadar formalitas. Mereka memiliki peran besar dalam mendukung kinerja manajemen RSU, mulai dari mendampingi direktur dalam menyusun program tahunan, mendesain ulang tata kelola rumah sakit, hingga menetapkan anggaran dan program kerja yang akan dijalankan selama satu tahun ke depan.
“Jangan hanya hadir di atas kertas, Dewas harus menjadi mitra strategis direktur. Mereka harus mampu berdiskusi, menawarkan solusi, dan berpikir untuk kepentingan jangka panjang rumah sakit. Baik dalam konteks persoalan internal maupun eksternal,” tegasnya.
Lebih lanjut, Nasrul juga mempertanyakan proses penunjukan anggota Dewas di RSU Meuraksa. Ia mengingatkan bahwa pengangkatan Dewas seharusnya berbasis pada kompetensi dan integritas, bukan sekadar akomodasi politik atau kedekatan personal.
“Dewas seharusnya memiliki latar belakang kuat di bidang manajemen rumah sakit, keuangan publik, serta tata kelola institusi pelayanan kesehatan. Jika tidak, maka mereka justru akan menjadi bagian dari masalah, bukan solusi,” paparnya.
Kondisi RSU Meuraksa yang masih terbelit utang puluhan miliar rupiah menurutnya adalah cermin dari lemahnya tata kelola, termasuk lemahnya pengawasan internal dan eksternal. Dalam situasi demikian, ia mendesak Pemerintah Kota Banda Aceh untuk segera mengevaluasi komposisi dan kinerja Dewas yang ada saat ini.
“Saat rumah sakit publik menghadapi krisis finansial, maka seluruh jajaran, termasuk Dewas, harus menunjukkan empati dan tanggung jawab moral. Jangan justru memperburuk situasi dengan menyedot anggaran yang tidak produktif,” ucap Nasrul.
Ia juga mengusulkan agar pemerintah membuka ruang evaluasi publik terhadap kinerja Dewas, serta memperjelas indikator keberhasilan mereka dalam membantu rumah sakit keluar dari krisis.
“Kalau Dewas tidak mampu memberikan solusi, sebaiknya diganti dengan yang lebih kompeten. Ini rumah sakit, tempat orang mencari kesembuhan, bukan ladang kompromi kebijakan yang membebani rakyat,” pungkasnya.