DIALEKSIS.COM | Aceh - Pemerintah pusat melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memberikan sinyal positif dengan mengesahkan serta membuka izin pengelolaan sumur minyak rakyat di Indonesia. Aceh menjadi salah satu daerah prioritas dalam kebijakan ini, mengingat tingginya jumlah sumur minyak rakyat yang tersebar di berbagai kabupaten di provinsi ujung barat Sumatra tersebut.
Menanggapi langkah ini, Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA), Nasri Djalal, menegaskan bahwa pihaknya telah mengambil langkah awal dengan melakukan inventarisasi sumur - sumur tua di Aceh. Inventarisasi ini dilakukan secara kolaboratif antara BPMA, tim dari Dinas ESDM Pemerintah Aceh, serta jajaran pemerintah kabupaten seperti Bireuen, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang.
"Data hasil inventarisasi ini sudah kami kirimkan ke Kementerian ESDM untuk ditindaklanjuti. Namun, dari hasil pembahasan, masih diperlukan proses penetapan secara resmi oleh tim gabungan yang berada di bawah kendali Gubernur Aceh untuk memastikan validitas dan keakuratan data lapangan," ujar Nasri Djalal kepada Dialeksis.com, Senin (4/8/2025).
Nasri menambahkan, hingga saat ini jumlah sumur minyak rakyat di beberapa kabupaten di Aceh terhitung sangat signifikan. Rinciannya, Kabupaten Aceh Tamiang tercatat memiliki 873 sumur, disusul Aceh Timur dengan 780 sumur, Kabupaten Bireuen sebanyak 67 sumur, dan Aceh Utara memiliki 18 sumur. Sementara itu, dalam wilayah kerja langsung BPMA, tercatat ada 24 sumur minyak rakyat yang telah terdata.
"BPMA akan terus menjalin koordinasi teknis dengan Kementerian ESDM untuk menindaklanjuti inventarisasi ini bersama para bupati yang wilayahnya menjadi bagian dari wilayah kerja pengelolaan migas rakyat di Aceh," tegasnya.
Menurut Nasri, keterlibatan langsung kepala daerah menjadi kunci keberhasilan pengelolaan sumur rakyat agar proses legalisasi, pengawasan, dan pemberdayaan masyarakat dapat berjalan beriringan. Apalagi, keberadaan sumur - sumur tersebut sebagian besar berada di lahan milik masyarakat yang sudah secara turun-temurun dikelola secara tradisional.
“Karena itu, penting sekali sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah Aceh, dan pemerintah kabupaten dalam memastikan seluruh proses inventarisasi ini tidak hanya valid secara data, tapi juga legal dan aman secara teknis,” tambah Nasri.
Langkah pengesahan dan legalisasi sumur minyak rakyat oleh pemerintah pusat memang membuka jalan bagi daerah-daerah penghasil migas untuk meningkatkan pendapatan daerah sekaligus menyejahterakan masyarakat sekitar melalui skema pemberdayaan yang terstruktur.
Di sisi lain, keberadaan sumur minyak rakyat juga perlu disikapi dengan kehati-hatian, mengingat potensi risiko terhadap keselamatan kerja dan pencemaran lingkungan jika tidak dikelola secara profesional.
Dengan adanya inventarisasi dan pelibatan aktif BPMA, diharapkan proses transisi dari aktivitas pengeboran tradisional menuju sistem pengelolaan yang legal dan terstandar bisa segera terwujud di Aceh.
"Kami siap mendampingi seluruh prosesnya dan berharap dalam waktu dekat tim gabungan yang dipimpin Gubernur Aceh dapat segera terbentuk untuk menyelesaikan penetapan sumur yang sudah kami inventarisasi," pungkas Nasri Djalal. [arn]