DIALEKSIS.COM | Nasional - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah mendapat sorotan dari kalangan akademisi. Ahli gizi Universitas Syiah Kuala (USK), dr. Iflan Nauval, M.Sc.IH, Sp.GK (K), menilai program ini merupakan langkah besar dalam upaya mendukung tumbuh kembang anak Indonesia sekaligus mencegah masalah gizi kronis seperti stunting.
Menurutnya, meski pelaksanaan MBG masih menghadapi sejumlah tantangan, terutama soal keamanan pangan dan variasi kualitas menu, hal tersebut dapat dijadikan pembelajaran penting untuk memperkuat program di masa depan.
“Program ini adalah terobosan strategis. Namun, agar tepat sasaran, perlu ada pengawasan lebih ketat terhadap keamanan pangan, serta penyesuaian standar gizi dalam penyusunan menu,” ujar Iflan kepada Dialeksis, Jumat (26/9/2025).
Iflan mengakui kasus keracunan makanan maupun keluhan soal kurang bervariasinya menu MBG telah menimbulkan kritik publik. Namun ia menekankan, problem ini tidak seharusnya menjadi alasan untuk menghentikan program. Sebaliknya, evaluasi harus dijadikan pijakan untuk memperkuat sistem pengawasan.
“Ke depan, perbaikan dapat difokuskan pada quality assurance atau jaminan mutu. Mulai dari uji kelayakan bahan baku, proses distribusi, hingga penyajian di sekolah-sekolah. Pelibatan tenaga profesional seperti dokter gizi, tenaga kesehatan, guru, bahkan komunitas lokal akan sangat menentukan keberhasilan,” jelasnya.
Ia menambahkan, keterlibatan multipihak penting agar setiap anak mendapat asupan yang sesuai dengan kebutuhan gizi harian. “Dengan kerja sama pemerintah, sekolah, tenaga kesehatan, dan masyarakat, program ini bisa menjadi unggulan nasional yang benar-benar menghadirkan manfaat nyata bagi kesehatan generasi muda,” tegasnya.
Ketika ditanya apakah MBG sebaiknya dilanjutkan atau dialihkan anggarannya, Iflan menegaskan bahwa program ini tetap perlu dijalankan.
“MBG harus tetap berlanjut, namun dengan perbaikan mendasar pada aspek pengawasan. Sasaran juga bisa lebih dikerucutkan, misalnya memprioritaskan kelompok usia atau daerah dengan prevalensi stunting tinggi,” katanya.
Ia menilai dengan strategi itu, alokasi anggaran akan lebih efisien sekaligus menjawab kebutuhan yang paling mendesak. “Kalau kualitas dan pengawasan terjamin, maka setiap rupiah yang dibelanjakan akan benar-benar berdampak bagi kesehatan anak,” tambahnya.
Sebagai penutup, Iflan menekankan bahwa MBG bukan sekadar program bantuan pangan, tetapi sebuah investasi jangka panjang untuk mencetak generasi yang sehat, cerdas, dan produktif.
“Kesehatan anak adalah fondasi masa depan bangsa. Jika program ini dijalankan dengan serius dan konsisten, Indonesia akan merasakan hasilnya dalam dua hingga tiga dekade mendatang,” pungkasnya.