DIALEKSIS.COM | Jakarta - Transparansi Tender Indonesia (TTI) mendesak aparat penegak hukum (APH) segera memproses temuan pelanggaran sistemik dalam pengadaan barang dan jasa di berbagai daerah, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Nasruddin Bahar, Koordinator TTI, menyatakan bahwa Pokja Pemilihan telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) dan harus diberi sanksi tegas.
Berdasarkan analisis LHP BPK, TTI mengungkap modus serupa di berbagai daerah. “Peralatan yang sama digunakan di banyak paket pekerjaan. Misalnya, alat di Paket A ditemukan kembali di Paket B, C, dan seterusnya. SKT personil dipakai hingga 10 proyek, padahal batas kemampuan usaha kecil hanya 5 paket. Ada perusahaan yang mengerjakan 10 paket sekaligus,” tegas Nasruddin.
Yang lebih mengkhawatirkan, dokumen penawaran antar peserta tender kerap memiliki kesamaan bahasa, bahkan alamat IP provider internet yang identik. “Ini indikasi kuat persekongkolan (collusion) baik horizontal antar peserta maupun vertikal dengan Pokja Pemilihan,” tambahnya.
Nasruddin menyesalkan lemahnya tindak lanjut APH. “Pelanggaran terus berulang karena tidak ada sanksi pidana. Selama ini, temuan hanya diserahkan ke Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP), tetapi mereka tidak proaktif. APIP seharusnya mencegah pelanggaran, bukan menunggu laporan BPK.”
Ia mendesak APIP mencabut sertifikat anggota Pokja yang terbukti bersalah. “Dengan begitu, mereka tak bisa lagi terlibat dalam proses tender untuk waktu tertentu,” ujarnya.
TTI juga mengungkap praktik pemalsuan dokumen yang masif. “Jika jujur, 80% dokumen tender itu palsu. Mulai dari bukti kepemilikan alat, surat sewa, hingga SKT. Pertanyaannya, bagaimana Pokja bisa melewatkan ini? Jawabannya, karena mereka sering terlibat dalam persekongkolan,” tegas Nasruddin.
Menurut aturan, penyedia yang ketahuan memalsukan dokumen wajib masuk daftar hitam (blacklist) selama dua tahun. Namun, implementasinya lemah. “Ini yang membuat mafia tender merasa aman,” kritiknya.
Nasruddin mendesak Gubernur, Bupati, dan Wali Kota terpilih pada Pilkada untuk menempatkan pejabat berintegritas dalam struktur pengadaan. “Prinsip good governance harus dijalankan. Keputusan dan pelaksanaan tender harus transparan dan akuntabel,” tegasnya.
Ia menegaskan, tanpa penegakan hukum yang tegas dan peran aktif pengawas internal, praktik korupsi tender akan terus merugikan negara dan masyarakat.