Implementasi Halal Tourism di Aceh Dinilai Sudah Bagus
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pada pergelaran Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) VII, dihelat juga seminar yang membahas tantangan dan strategi pengembangan kebudayaan dan kemaritiman Aceh di masa depan. Dalam seminar ini, implementasi konsep wisata halal di Aceh salah satu yang didiskusikan.
Akademisi dari Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Aslam Nur mengatakan, implementasi halal tourism di Aceh sudah baik, terutama dari segi kuliner. Aceh yang terkenal dengan wisata halalnya tidak diragukan lagi kebersihan, kehalalan, dan kesehatan makanannya, termasuk makanan tradisional.
Tolak ukur baik tidaknya konsep wisata halal diterapkan di Aceh setidaknya bisa dilihat dari pencapaian Aceh dari segi pariwisata. Pada 2016 lalu, Provinsi Aceh memenangkan tiga kategori dalam Anugerah Pariwisata Halal Terbaik tingkat nasional, yaitu Kategori Bandara Ramah Wisatawan Muslim Terbaik, Destinasi Budaya Ramah Wisatawan Muslim Terbaik, dan Daya Tarik Wisata Terbaik.
Selain itu, pada World Halal Tourism Award 2016 di Dubai, Aceh memenangkan dua kategori yaitu World's Best Airport for Halal Travelers dan World's Best Halal Cultural Destination. Pada tahun 2018, sebanyak tujuh destinasi di Aceh menjadi nominasi dalam Anugerah Pesona Indonesia 2018.
"Konsep wisata halal itu terkait dengan konsep kebudayaan. Artinya konsep wisata halal itu selalu terkait dengan nilai-nilai universal. Misalnya rasa aman, semua orang di dunia ini ingin rasa aman, ingin kejujuran, suka kebersihan. Ketika kita mengangkat konsep wisata halal, nilai-nilai universal tadi juga harus diterapkan," ujar Aslam Nur di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Senin (13/8/2018).
Aslam Nur menuturkan, penggunaan kata halal lebih sering dikaitkan dengan hal-hal yang berkenaan dengan aktivitas kebudayaan, bukan yang berhubungan dengan ritual. Walaupun awalnya istilah halal sering digunakan untuk menunjukkan kedudukan hukum pada makanan dan minuman, dalam perkembangannya kosa kata itu menjangkau aktivitas umat islam yang berkaitan dengan kebudayaan secara luas.
Dalam perkembangannya, konsep wisata halal juga diterapkan oleh negara yang penduduknya mayoritas non muslim. Aslam mencontohkan Thailand yang gencar mengembangkan layanan wisata halal. Menariknya, lanjut Aslam, produk wisata halal tidak hanya dinikmati oleh orang Muslim, tapi juga non Muslim.
Mengutip Abdul Kadir Din, seorang pakar yang banyak berbicara tentang konsep wisata halal, Aslam menyebutkan, ada sepuluh keadaan yang harus terlihat dalam industri halal tourism, yaitu pengenalan terhadap destinasi wisata, menarik dikunjungi, dapat diakses, tersedia destinasi yang aman, bisa dijangkau semua segmen, akomodasi disesuaikan dengan karakter wisatawan, adanya agen yang memastikan paket tour berjalan baik, sikap ramah, dan akuntabilitas keamanan.
Meski sudah menunjukkan indikator baik, pemerintah Aceh menurut Aslam harus lebih meningkatkan layanan pariwisata untuk membuat wisatawan tambah nyaman, salah satunya dari segi kebersihan.
Ia menilai, kesuksesan wisata dibangun oleh tiga pilar, yaitu pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat. "Jadi pemerintah sebagai pembuat kebijakan, pelaku bisnsi sebagai orang yang mengembangkan wisata, dan masyarakat sebagai pendukung kegiatan pariwisata, itu harus sejalan," ujarnya. (adv)