DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Akademisi Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh, Aduwina Pakeh menilai Gubernur Aceh Muzakir Manaf telah menorehkan berbagai keberhasilan nyata sejak dilantik pada 12 Februari 2025.
Aduwina mengungkapkan bahwa dua sektor paling menonjol dalam masa kepemimpinan Muzakir Manaf adalah upaya memperkuat kedaulatan Aceh dan meningkatkan investasi di daerah tersebut.
Ia menyebut keberhasilan pertama terletak pada penyelesaian sengketa empat pulau perbatasan yang sebelumnya diklaim oleh Provinsi Sumatera Utara. Pemerintah pusat di bawah Presiden Prabowo Subianto telah memutuskan bahwa Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek secara sah masuk ke dalam wilayah administratif Provinsi Aceh.
“Keberhasilan ini menunjukkan komitmen kuat Pemerintah Aceh dalam memperjuangkan kedaulatan wilayahnya secara legal dan damai,” ujar Aduwina kepada Dialeksis.
Keputusan penetapan empat pulau tersebut mengakhiri perselisihan tapal batas dan didasarkan pada bukti dokumen resmi sejak tahun 1992 yang mendukung klaim Aceh
Keberhasilan lainnya di bidang kedaulatan, menurut Aduwina, adalah langkah Pemerintah Aceh mendorong revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
"Muzakir Manaf berhasil memastikan draft revisi UUPA dibawa ke pemerintah pusat, ini pencapaian penting,” ujarnya.
Draf perubahan atas UU No. 11 Tahun 2006 tersebut telah diserahkan ke DPR RI pada 23 Mei 2025 untuk masuk ke proses legislasi nasional. Bahkan, revisi UUPA itu sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025 sebagai agenda prioritas DPR RI periode 2024-2029.
“Masuknya revisi UUPA ke Prolegnas 2025 merupakan terobosan strategis demi memperkuat otonomi Aceh ke depan,” jelasnya.
Tak hanya itu, upaya mempertahankan hak-hak Aceh juga tercermin dari langkah Muzakir Manaf memperjuangkan status tanah wakaf Blang Padang di Banda Aceh.
Aduwina menjelaskan bahwa Gubernur Aceh telah menyurati Presiden Prabowo Subianto agar lahan Blang Padang yang merupakan tanah wakaf warisan Sultan Iskandar Muda untuk Masjid Raya Baiturrahman dikembalikan sesuai peruntukannya. Pasca tsunami 2004, lahan strategis di pusat Kota Banda Aceh itu sempat dikuasai secara sepihak sebagai aset TNI AD, padahal dari tinjauan sejarah dan hukum adat Aceh terbukti merupakan tanah wakaf masjid.
“Muzakir menunjukkan komitmen tinggi dalam melindungi aset keagamaan dan sejarah Aceh,” kata Aduwina.
Langkah ini pun mendapat dukungan luas, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat pada Agustus 2025 secara resmi mengeluarkan rekomendasi agar tanah wakaf Blang Padang dikembalikan kepada Nazhir Wakaf Masjid Raya Baiturrahman. MUI menegaskan pengembalian tanah wakaf tersebut penting demi kemaslahatan dan pemeliharaan Masjid Raya kebanggaan Aceh.
Meningkatkan Investasi di Aceh
Aduwina menambahkan, di sektor ekonomi pemerintah Aceh di bawah Muzakir Manaf berhasil menarik sejumlah investasi penting yang berdampak positif bagi daerah. Contohnya, pada 8 Juli 2025, Gubernur Aceh meresmikan beroperasinya pabraik pengolahan karet remah pertama di Provinsi Aceh. Pabrik milik PT Potensi Bumi Sakti (anak usaha Arsari Group) yang berlokasi di Woyla, Aceh Barat, itu dibangun dengan investasi swasta besar sejak tahun 2013 dan akhirnya mulai produksi pada 2025.
“Kehadiran pabrik ini menjadi bukti bahwa Aceh telah aman dan kondusif bagi investor luar untuk menanamkan modal,” ujar Muzakir Manaf saat peresmian pabrik tersebut.
Aduwina sepakat dengan pernyataan itu dan menilai industri pengolahan karet tersebut akan membuka ratusan lapangan kerja baru serta meningkatkan hilirisasi komoditas lokal, mengingat pabrik mampu mengolah hingga 100 ton karet kering per hari.
“Ini capaian nyata yang sekaligus mengirim sinyal positif bahwa iklim investasi Aceh semakin membaik,” tutur Aduwina.
Selain industri karet, Aduwina mencatat Pemprov Aceh juga mengupayakan investasi baru di sektor strategis lainnya.
“Pemerintahan Muzakir Manaf aktif menawarkan berbagai proyek industrial,” ujarnya.
Ia menyebut Aceh telah mengusulkan pembangunan pabrik baterai di Kabupaten Aceh Besar, yang diproyeksikan memperkuat hilirisasi sumber daya mineral dan mendukung perkembangan industri kendaraan listrik di masa depan. Di samping itu, direncanakan pula pendirian pabrik pengolahan baja di Aceh Selatan sebagai langkah hilirisasi sektor pertambangan, serta saat ini tengah berlangsung pembangunan sebuah pabrik rokok di Aceh Utara.
“Langkah diversifikasi industri ini menunjukkan bahwa Aceh di era Muzakir Manaf serius menciptakan iklim investasi yang menarik di berbagai sektor,” kata Aduwina.
Upaya tersebut sejalan dengan visi pemerintah daerah untuk menekan angka pengangguran yang per Februari 2025 tercatat sekitar 149 ribu orang melalui penciptaan peluang kerja di sektor manufaktur.
“Ketika investasi masuk dan pabrik berdiri, otomatis lapangan kerja terbuka dan ekonomi Aceh tumbuh,” imbuhnya.
Aduwina juga menyoroti prospek investasi di sektor minyak dan gas (migas) Aceh. Usai tuntasnya sengketa empat pulau perbatasan tadi, Muzakir Manaf langsung membuka peluang bagi investor migas untuk mengeksplorasi potensi sumber daya alam di wilayah kepulauan tersebut.
“Ini langkah visioner Gubernur untuk memanfaatkan anugerah sumber alam Aceh bagi kesejahteraan rakyat,” ucap Aduwina.
Muzakir Manaf bahkan menyatakan komitmennya untuk menjadikan area empat pulau itu sebagai blok migas baru milik Aceh, seraya membuka opsi kerja sama dengan pihak manapun (termasuk investor atau BUMD Sumut) asalkan pengelolaannya menguntungkan semua pihak.
Aduwina menilai keterbukaan Aceh terhadap investasi migas menandakan pendekatan yang inklusif dan pragmatis.
“Pemerintah Aceh tidak jalan sendiri mereka siap bermitra demi optimalisasi potensi migas. Ini sinyal bahwa Aceh ramah investasi sekaligus tegas menjaga hak bagi hasil sesuai kesepakatan damai,” urainya, merujuk pada ketentuan MoU Helsinki yang memberikan Aceh hak bagi hasil hingga 70% dari hasil migas di wilayahnya.
Kesimpulannya, Aduwina menyimpulkan kepemimpinan Muzakir Manaf telah membawa angin segar bagi Aceh dalam enam bulan pertama masa jabatannya.
“Kedaulatan Aceh makin kokoh, investasi pun mulai berdatangan,” kata Aduwina.
Menurutnya, capaian di bidang penguatan hak Aceh serta masuknya investasi industri memberikan modal positif bagi pembangunan Aceh ke depan.
“Jika momentum ini terus dijaga, Aceh berpeluang bangkit menuju kesejahteraan yang lebih baik,” pungkas Aduwina.