DIALEKSIS.COM | Aceh - Tebak-teki pengganti Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Aceh pasca meninggalnya Kamaruddin Abubakar atau Abu Razak akhirnya terjawab. Aiyub bin Abbas, yang akrab disapa Abuwa, resmi dipercaya mengisi posisi strategis tersebut untuk periode 2023 - 2028. Pengangkatan ini dinilai sebagai langkah tepat untuk menjaga stabilitas partai di tengah dinamika politik Aceh yang masih dalam fase transisi.
Abuwa, mantan Bupati Pidie Jaya dua periode (2012 - 2017 dan 2017 - 2022), disebut memiliki kapasitas memadai untuk memimpin partai berlatar gerakan tersebut. Sosoknya dikenal sebagai figur perekat yang mampu menjembatani kepentingan berbagai golongan di internal Partai Aceh.
“Abuwa bukan hanya punya kredibilitas administratif, tapi juga diterima semua kubu. Ini modal penting untuk konsolidasi,” ujar Aryos Nivada, akademisi FISIP Universitas Syiah Kuala, saat dikonfirmasi awak media, Sabtu (12/04/2025).
Aryos menyoroti latar belakang Abuwa yang berasal dari Pidie wilayah determinan dalam sejarah gerakan bersenjata Aceh sebagai faktor krusial. “Pidie adalah basis yang merepresentasikan eksistensi perjuangan. Penunjukan Abuwa menguatkan relasi struktural antara partai dan basis masa lalu,” jelas pengamat Politik dan Keamanan yang vokal ini.
Tak hanya itu menurut Aryos, keterikatan Abuwa dengan kader eks Libiya, yang disebut sebagai “jantung” Partai Aceh, juga menjadi pertimbangan. Kelompok ini dianggap masih memegang pengaruh signifikan dalam menentukan arah kebijakan partai.
Namun, Aryos pendiri Lingkar Sindikasi menegaskan, Partai Aceh sedang berproses meninggalkan image konservatif menuju partai modern. “Transisi 20 tahun ini harus diimbangi kepemimpinan yang mampu merangkul semua elemen, dan Abuwa dianggap tepat untuk itu,” tambahnya.
Sebagai mantan bupati dua periode, Abuwa dinilai Aryos memahami kompleksitas tata kelola pemerintahan. Pengalaman ini diharapkan dapat memperkuat koordinasi partai dengan eksekutif - legislatif, mengingat ia juga aktif sebagai anggota DPRA.
“Profilnya ideal: karismatik, berpengalaman, sekaligus punya wibawa di mata senior partai,” kata Aryos.
Yang tak kalah penting, hubungan Abuwa dengan Tgk. Mualem, tokoh sentral Partai Aceh, disebut harmonis. Kepercayaan Mualem terhadap Abuwa diyakini akan mempermudah proses konsolidasi internal, terutama dalam menyiapkan strategi menghadapi Pemilu dan Pilkada 2029.
Di balik optimisme ini, Partai Aceh masih dihadapkan pada tantangan transisi. Aryos mengingatkan, partai perlu belajar dari pengalaman dua dekade untuk membangun sistem yang inklusif tanpa kehilangan identitas. “Abuwa harus menjembatani tradisi dan modernitas. Ini ujian bagi visi kepemimpinannya,” ucapnya.
Terpenting dipenutup Aryos menyampaikan dengan kombinasi karisma, kapasitas pemerintahan, dan legitimasi dari basis kunci, Abuwa diharapkan tak hanya menjadi simbol perekat, tetapi juga motor percepatan transformasi Partai Aceh.
“Langkah pertama yang dinantikan adalah penyelarasan agenda partai dengan kebutuhan konstituen muda Aceh yang semakin kritis serta visi dan misi Gubernur Aceh terpilih Muzakir Manaf,” tutup pendiri Jaringan Survei Inisiatif ini.