Duta Damai Aceh Ajak Masyarakat Rawat Perdamaian di Tengah Tahapan Pilkada
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Firman Ilmi, Koordinator Bidang Penelitian dan Pengembangan Duta Damai Aceh. Dokumen untuk dialeksis.com.
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Aceh, yang pernah menjadi panggung konflik berkepanjangan antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Indonesia, kini telah menikmati perdamaian selama hampir dua dekade.
Konflik yang berlangsung selama 29 tahun tersebut tidak hanya menghancurkan tatanan sosial di masyarakat, tetapi juga menghambat pembangunan di wilayah yang sebenarnya kaya akan sumber daya ini.
Namun, perdamaian yang telah terwujud sejak penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) di Helsinki pada tahun 2005 menjadi titik balik bagi Aceh untuk bangkit menuju kesejahteraan.
Firman Ilmi, Koordinator Bidang Penelitian dan Pengembangan Duta Damai Aceh, menekankan pentingnya sinergi antar elemen masyarakat dalam menjaga perdamaian yang telah terwujud.
"Kami mengharapkan kepada semua elemen di Aceh untuk bersinergi dalam merawat damai,” ujar Firman dalam pernyataannya di Banda Aceh.
Duta Damai Aceh, yang terbentuk di bawah naungan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Republik Indonesia (BNPT RI) sejak tahun 2022, mengambil peran sebagai pengawal damai.
Mereka tidak hanya bertugas menjaga kedamaian, tetapi juga aktif memberikan pemahaman kepada masyarakat Aceh tentang pentingnya menjaga perdamaian, terutama di tengah situasi politik yang semakin dinamis menjelang Pilkada Serentak 2024.
Firman juga mengingatkan betapa sulitnya proses perdamaian yang dicapai antara GAM dan Pemerintah Indonesia.
Banyak darah dan pengorbanan yang telah diberikan selama konflik berlangsung, sehingga perdamaian yang kini telah berjalan selama 19 tahun harus dijaga dengan segenap upaya oleh semua pihak.
“Kita mesti merawat damai di tanah Serambi Mekkah ini. Perlu ada komitmen bersama untuk membangun Aceh,” tegasnya.
Momentum Pilkada Serentak 2024 menjadi ujian nyata bagi semua pihak untuk menjaga perdamaian yang telah terwujud.
Firman menegaskan, masa lalu yang kelam harus dijadikan pembelajaran, dan berbagai pengalaman yang diperoleh oleh masyarakat Aceh selama konflik harus menjadi bekal untuk menghadapi tantangan ke depan.
"Jangan sampai pesta demokrasi lima tahunan ini dinodai oleh mereka yang tidak bertanggung jawab dan berupaya memicu konflik," tambah Firman.
Perdamaian di Aceh harus dijaga selamanya, dan implementasi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) sebagai hasil dari MoU Helsinki harus berjalan sesuai dengan harapan masyarakat.
Firman juga menyoroti pentingnya pengawalan terhadap dana otonomi khusus Aceh agar tepat sasaran dan dapat membawa kesejahteraan yang merata.
Dalam peringatan Hari Damai Aceh ke-19, yang bertepatan dengan tahapan Pilkada Serentak 2024, Duta Damai BNPT RI Regional Aceh mengajak seluruh elemen masyarakat untuk menguatkan semangat perdamaian di provinsi ini.
Ia berharap, semangat damai yang tercipta dapat menjadi landasan dalam membangun persaudaraan yang hakiki serta menciptakan pelaksanaan Pilkada yang aman dan damai.
"Dengan komitmen bersama untuk menjaga kedamaian dan menjalankan setiap butir MoU Helsinki dan UUPA, Aceh diharapkan dapat terus melangkah maju, meninggalkan masa lalu yang kelam dan menuju masa depan yang lebih cerah. Perdamaian yang telah terwujud selama 19 tahun ini adalah warisan berharga yang harus dirawat dan dijaga demi kesejahteraan dan kemajuan Aceh di masa mendatang," pungkasnya.