Fatwa MPU Aceh: Hukum Mencoblos Kotak Kosong Boleh
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Fatwa Terbatas Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh Nomor 1 Tahun 2024 tentang Hukum Memilih Kotak Kosong dalam Pemilihan Kepala Daerah.
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh memberikan panduan keagamaan terhadap pelaksanaan pemilihan umum di Aceh.
Dalam sebuah keputusan penting yang dikeluarkan pada 28 Oktober 2024, MPU Aceh menegaskan prinsip-prinsip syariat Islam sebagai landasan hukum dan moral dalam memilih pemimpin.
Keputusan ini, yang didasarkan pada fatwa dan taushiyah sebelumnya, berisi tiga poin utama yang menjadi pedoman bagi masyarakat Aceh.
Pertama, MPU Aceh menekankan bahwa memilih pemimpin adalah hak konstitusional setiap warga negara yang telah memenuhi syarat untuk memilih.
Kedua, hukum memilih pemimpin yang beragama Islam ditegaskan sebagai kewajiban.
Ketiga, MPU Aceh memberikan panduan yang cukup menarik dan kontekstual terkait pilihan "kotak kosong" dalam pemilihan kepala daerah.
"Pertama, Memilih pemimpin adalah hak konstitusional yang sejalan dengannsyari'at Islam bagi setiap warga negara yang telah memiliki hak Pilih, Kedua, Hukum memilih pemimpin yang muslim adalah wajib, Ketiga, Hukum mencoblos pada kotak kosong di kertas suara dalam Pilkada adalah boleh," tulis isi fatwa MPU Aceh yang dilansir media dialeksis.com, Rabu, 20 November 2024.
Keputusan ini tidak diambil secara tiba-tiba. MPU Aceh mempertimbangkan berbagai fatwa sebelumnya, seperti Fatwa MPU Aceh Nomor 3 Tahun 2014 tentang pemilihan umum dari perspektif Islam, serta Taushiyah MPU Aceh Nomor 1 Tahun 2024 tentang kriteria memilih pemimpin menurut syariat Islam.
Selain itu, mereka juga merujuk pada peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia terkait pelaksanaan pemilihan umum.
Dalam pandangannya, MPU Aceh tidak hanya menyoroti aspek hukum, tetapi juga menggarisbawahi pentingnya proses pemilihan yang mencerminkan moralitas dan integritas.
Keputusan ini ditandatangani oleh Ketua MPU Aceh, Tgk. H. Faisal Ali, beserta wakil-wakil ketua lainnya, yang semuanya adalah tokoh-tokoh ulama terkemuka di Aceh.