Sabtu, 22 November 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Generasi Muda Ditantang Aktif Berpolitik di Era Digital

Generasi Muda Ditantang Aktif Berpolitik di Era Digital

Jum`at, 21 November 2025 22:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Mahasiswa Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala (FISIP USK), Femas Rahmat Azra. Dokumen untuk dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Mahasiswa Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Syiah Kuala (FISIP USK), Femas Rahmat Azra, mengatakan bahwa digitalisasi politik telah membawa perubahan besar terhadap cara masyarakat khususnya generasi muda berpartisipasi dalam proses demokrasi

Menurut Femas, media sosial bukan lagi sekadar ruang bersosialisasi, tetapi telah menjelma menjadi ruang kontestasi politik yang sangat dinamis. 

“Politisi, aktivis, dan gerakan sosial saat ini memanfaatkan semua platform sosial media untuk menjangkau audiens yang lebih luas, lebih mudah dan dengan biaya yang relatif rendah. Saat ini perang politik bukan lagi perang senjata akan tetapi perang digital seperti pemanfaatan cyber account untuk kepentingan politik tertentu,” ujarnya kepada media dialeksis.com, Jumat, 21 November 2025

Femas menjelaskan bahwa media sosial membentuk ekosistem informasi di mana setiap pengguna berperan sebagai produsen sekaligus konsumen. 

Setiap unggahan, komentar, dan pembagian konten menciptakan aliran informasi yang terintegrasi. Namun, di balik kemudahan berbagi informasi, terdapat ancaman tersembunyi yang sulit dihindari.

“Algoritma membuat kita terjebak dalam echo chamber, ruang informasi yang hanya memantulkan pandangan yang sama dan menolak perspektif yang berbeda,” jelasnya.

 Kondisi ini, lanjutnya, mengaburkan batas antara fakta dan opini, sehingga ruang demokrasi digital berpotensi tercemar oleh manipulasi informasi.

Ia juga menyoroti maraknya hoaks dan propaganda yang sengaja diproduksi untuk mempengaruhi opini publik. Fenomena ini, menurutnya, telah berdampak serius pada menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi politik formal.

Femas merinci sejumlah dampak positif dan negatif keterlibatan media sosial dalam politik kontemporer.

Media sosial meningkatkan akses terhadap isu-isu politik, namun tanpa literasi digital yang baik, generasi muda rentan terseret arus informasi menyesatkan.

“Konten viral sering kali menang dibandingkan konten yang benar,” ujarnya.

Femas menyebut bahwa media sosial dapat menjadi sarana menghidupkan kembali optimisme politik di tengah meningkatnya apatisme dan turunnya tingkat partisipasi pemilih.

Disinformasi disebut sebagai ancaman paling berbahaya saat ini karena dapat mempengaruhi keputusan publik secara tidak rasional dan merusak demokrasi.

“Jika digunakan dengan benar, sosial media mampu mengubah narasi negatif menjadi energi perubahan positif,” tegasnya.

Femas menekankan bahwa peran generasi muda sangat krusial dalam menyongsong visi Indonesia Emas 2045. Menurutnya, masa depan bangsa tidak boleh diserahkan kepada narasi digital yang kosong dan tidak berdampak.

“Keterlibatan di sosial media tidak boleh sebatas retorika, tetapi harus melahirkan aksi nyata. Generasi muda harus bangkit dan menjadikan dirinya agen perubahan yang bertanggung jawab,” serunya.

Ia mengajak publik untuk menggunakan media sosial secara kritis, produktif, dan strategis bukan sekadar ruang kontroversi dan sensasi.

“Walaupun kondisi saat ini terlihat suram, potensi sosial media untuk memfasilitasi partisipasi politik yang signifikan tetap ada. Dengan kolaborasi, edukasi, dan komitmen, masa depan yang lebih cerah bisa kita wujudkan,” tutupnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI