Minggu, 20 Juli 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Hilangnya Barang Bukti Dugaan Politik Uang, Dr. Zainal: Ini Masuk Ranah Pidana, APH Wajib Bertindak!

Hilangnya Barang Bukti Dugaan Politik Uang, Dr. Zainal: Ini Masuk Ranah Pidana, APH Wajib Bertindak!

Minggu, 20 Juli 2025 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK), Dr. Zainal Abidin, S.H. Foto: doc Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala (USK), Dr. Zainal Abidin, S.H., M.Si., M.H., menyampaikan kritik keras dan respons hukum tegas terhadap kasus yang sedang disidangkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait penanganan laporan dugaan politik uang oleh Panwaslih Kota Banda Aceh.

Menurutnya, kasus ini bukan sekadar pelanggaran etik pemilu, tetapi sudah masuk kategori dugaan tindak pidana, terutama setelah terungkap bahwa barang bukti uang tunai sebesar Rp18 juta hilang di tangan Panwaslih.

"Ketika barang bukti dalam sebuah laporan dugaan tindak pidana pemilu hilang, itu bukan perkara sepele. Ini sudah menyentuh ranah hukum pidana. Aparat penegak hukum tidak bisa lagi berdiam diri. Mereka wajib turun tangan melakukan penyelidikan lebih lanjut," tegas Dr. Zainal kepada Dialeksis, Minggu (20/7/2025).

Kasus hilangnya barang bukti berupa uang tunai Rp18 juta yang sebelumnya disita terkait laporan dugaan praktik politik uang yang melibatkan tim pasangan calon di Pilkada Banda Aceh telah menjadi salah satu sorotan utama dalam sidang DKPP.

Dr. Zainal menegaskan bahwa jika terbukti ada unsur kelalaian atau kesengajaan dalam hilangnya barang bukti tersebut, maka pihak - pihak yang terlibat dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan ketentuan obstruction of justice dalam KUHP dan UU Pemilu.

"Obstruction of justice atau tindakan yang menghalangi proses hukum bukan hanya perbuatan tercela, tapi juga delik pidana. Dan ini sangat berbahaya karena dapat mengganggu jalannya penegakan hukum dalam konteks pemilu," jelasnya.

Ia juga menegaskan bahwa proses etik yang sedang berjalan di DKPP harus dilengkapi dengan proses hukum pidana oleh aparat penegak hukum, dalam hal ini Polri dan Kejaksaan, untuk menelusuri potensi tindak pidana penghilangan barang bukti dan pembiaran atas dugaan politik uang. Dirinya menegaskan APH harus bertindak jangan membiarkan urusan ini hanya sebatas angin lalu tanpa bertindak.

"Tidak cukup hanya diselesaikan lewat DKPP. APH harus segera memeriksa pihak-pihak yang terlibat, termasuk mengusut di mana dan bagaimana uang barang bukti itu bisa hilang. Ini menyangkut kepercayaan publik terhadap integritas pemilu dan supremasi hukum," lanjutnya.

Panwaslih dalam sidang DKPP berdalih tidak menindaklanjuti laporan karena melebihi tenggat waktu tujuh hari sebagaimana diatur dalam Perbawaslu 9 Tahun 2024. Namun Dr. Zainal menilai alasan itu tidak berdasar secara prinsip hukum. Oleh karena suatu laporan dalam keadaan tertentu dapat dialihkan oleh Panwaslih menjadi temuan untuk ditindaklanjuti (prinsip pengawasan aktif).


"Teknis administrasi tidak boleh dijadikan tameng untuk menutupi substansi pelanggaran. Jika ada indikasi kuat praktik politik uang, maka pengawas wajib menindaklanjuti, apalagi sudah disertai bukti video dan uang tunai yang diserahkan. Mengabaikan laporan hanya karena alasan waktu adalah bentuk pembiaran," ujar dia.

Menurut Dr. Zainal, kasus ini menciptakan preseden buruk bagi proses penegakan hukum pemilu dan bisa menjadi bola salju yang menggerus legitimasi lembaga pengawas pemilu di mata publik.

Ia menjelaskan, hilangnya barang bukti bukan hanya melemahkan perkara, tapi juga dapat membatalkan keseluruhan proses penanganan pelanggaran, dan akhirnya berdampak pada putusan yang tidak adil.

"Kalau alat bukti hilang, bagaimana Gakkumdu bisa melanjutkan proses? Bagaimana pengadilan bisa menjatuhkan vonis? Inilah kenapa tindakan ini sangat serius dan efek hukumnya sangat besar. Bisa menggugurkan upaya penegakan hukum dan mencederai demokrasi lokal," katanya.

Sebagai bentuk solusi dan pemulihan kepercayaan publik, Dr. Zainal mendesak tiga langkah konkret, pertama yakni APH segera menyelidiki dugaan pidana hilangnya barang bukti dan pembiaran atas laporan politik uang.

Kedua selanjutnya, DPRK menurunkan tim investigasi khusus dan mengevaluasi seluruh struktur Panwaslih Banda Aceh, agar tidak terjadi dikemudian hari, dan perbaikan sistem pengelolaan barang bukti di setiap Panwaslih dan Bawaslu kabupaten/kota, termasuk pelacakan CCTV, dokumentasi log, dan audit menyeluruh.

“Aceh adalah daerah yang punya pengalaman panjang dalam perjuangan demokrasi dan rekonsiliasi. Kasus ini jangan sampai menjadi titik balik kemunduran. Kita harus menjaga marwah pemilu yang jujur dan adil. Jika pengawasnya tidak bisa menjaga etik dan hukum, maka negara harus turun tangan,” pungkas Dr. Zainal Abidin.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI