Isu Lingkungan Jadi Prioritas Mualem-Dek Fadh dalam Visi Misi di Pilkada 2024
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Fajran Zain, Wakil Sekretaris Umum Partai Aceh. [Foto: untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pemilihan Gubernur Aceh yang akan datang menyorot salah satu isu paling strategis untuk masa depan Aceh, yaitu penyelamatan lingkungan.
Mualem (Muzakir Manaf) dan Fadhlullah (Dek Fadh), sebagai calon pasangan gubernur dan wakil gubernur dari Partai Aceh, telah memprioritaskan masalah lingkungan dalam visi dan misi mereka.
Hal ini didasarkan pada amanah Wali Nanggroe, Hasan Tiro, yang menyerukan penyelamatan hutan Aceh sebagai warisan berharga bagi generasi mendatang.
Fajran Zain, Wakil Sekretaris Umum Partai Aceh, dalam wawancaranya menjelaskan bahwa kepedulian terhadap lingkungan adalah salah satu pilar utama yang diusung oleh Mualem dan Dek Fadh.
"Amanah Wali Nanggroe sangat jelas, beliau mengatakan bahwa hutan adalah salah satu pusaka nenek moyang yang harus kita jaga untuk diwariskan kepada anak cucu kita. Ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi seluruh masyarakat Aceh," kata Fajran kepada Dialeksis.com, Kamis (5/9/2024).
Amanah yang ditinggalkan oleh Wali Nanggroe tersebut, “Peuselamat uteun Aceh, sebab uten nyan na keuh salah saboh pusaka keneubah indatu yang akan tapulang ke aneuk cuco geutanyoe di masa ukeu,” yang secara bebas diterjemahkan sebagai “Selamatkan hutan Aceh, sebab hutan merupakan warisan nenek moyang yang akan kita wariskan kepada generasi selanjutnya,” menggarisbawahi pentingnya menjaga keberlanjutan alam Aceh.
Fajran menambahkan, bahwa selaku sosok teladan, Hasan Tiro menunjukkan bahwa lingkungan bukan hanya soal sumber daya, tetapi tentang masa depan kita semua.
Visi penyelamatan lingkungan bukan sekadar janji kampanye. Fajran mengungkapkan bahwa Partai Aceh telah memasukkan isu lingkungan dalam misi utama pasangan calon gubernur mereka.
Dari enam misi yang dirumuskan, isu penyelamatan lingkungan menjadi prioritas pertama.
"Misi pertama kami langsung menyoroti keselamatan ekosistem. Kami berbicara tentang flora dan fauna, kekayaan alam baik di atas maupun di bawah tanah, termasuk di dasar laut. Kita tidak bisa hanya memikirkan pembangunan tanpa memperhatikan dampaknya pada ekosistem,” tegas Fajran.
Salah satu program yang akan mereka dorong adalah perencanaan tata ruang yang berkelanjutan. Fajran menjelaskan bahwa perencanaan spasial harus memperhitungkan kelestarian lingkungan, khususnya dalam hal pembangunan infrastruktur.
"Kami juga sedang merumuskan rencana aksi untuk melahirkan semacam omnibus law bagi kanun lingkungan. Ini penting untuk memperkuat UUPA dan MoU Helsinki," lanjutnya.
Menurut Fajran, Aceh masih membutuhkan beberapa peraturan pemerintah untuk memperkuat perlindungan lingkungan dan pelaksanaan undang-undang khusus Aceh.
"Ada sekitar 13 peraturan pemerintah yang harus diterbitkan, dan salah satu fokus utamanya adalah ekosistem dan tata ruang," ungkapnya.
Dengan demikian, Partai Aceh berkomitmen untuk menghasilkan produk hukum yang kuat dalam melindungi lingkungan Aceh.
Tidak hanya sebagai isu lokal, penyelamatan lingkungan juga berkaitan dengan masalah global seperti perubahan iklim. Fajran menjelaskan bahwa isu global seperti pemanasan global dan perubahan iklim juga sangat berdampak pada Aceh.
"Lingkungan adalah topik besar yang dibicarakan di seluruh dunia saat ini, dan Aceh tidak terkecuali. Setiap tahun kita menghadapi bencana seperti banjir dan kekeringan, yang tidak hanya merusak infrastruktur tetapi juga mempengaruhi ketahanan pangan," jelasnya.
Bencana alam seperti banjir dan kekeringan memiliki dampak langsung terhadap ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Fajran, rusaknya lingkungan dapat menyebabkan penurunan pendapatan masyarakat, peningkatan angka kemiskinan, hingga memburuknya kondisi kesehatan masyarakat.
Oleh karena itu, perhatian terhadap lingkungan juga berkaitan dengan upaya mengatasi kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Selain peraturan pemerintah, Mualem dan Dek Fadh juga berencana untuk mengedepankan kebijakan lingkungan yang berorientasi pada tindakan konkret.
Salah satu fokus utama adalah mengatasi masalah deforestasi dan kerusakan lingkungan akibat kegiatan industri yang tidak berkelanjutan.
"Kami ingin memastikan bahwa setiap tindakan pembangunan di Aceh dilakukan dengan memperhatikan kelestarian alam. Tidak ada lagi penebangan hutan secara ilegal atau eksploitasi sumber daya alam yang merugikan lingkungan," kata Fajran.
Dalam jangka panjang, Fajran menegaskan bahwa Aceh harus menjadi contoh dalam hal pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.
"Kami ingin Aceh menjadi provinsi yang tidak hanya maju dari segi ekonomi, tetapi juga menjaga kelestarian alamnya. Generasi mendatang harus dapat menikmati Aceh yang indah dan subur, seperti yang diwariskan oleh nenek moyang kita," pungkasnya.[nh]