DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kejaksaan Negeri Banda Aceh membacakan tuntutan terhadap dua terdakwa dalam perkara pelanggaran Qanun Jinayat tentang Jarimah Liwath di ruang sidang Mahkamah Syariah Kota Banda Aceh, Senin (28/7/2025).
Tuntutan tersebut dibacakan langsung oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Alfian, S.H., yang menyatakan kedua terdakwa, QH dan RA, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melanggar Pasal 63 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014.
Dalam surat tuntutan bernomor PR-006/L.1.10/Dip.4/07/2025 tersebut, Jaksa menuntut kedua terdakwa masing-masing dengan hukuman ‘uqubat ta’zir berupa cambuk sebanyak 85 kali. Tuntutan ini juga disertai perintah agar masa penahanan yang telah dijalani dikurangkan dari total hukuman cambuk.
“Perbuatan Terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam penegakan Syariat Islam di Provinsi Aceh dan meresahkan masyarakat, sehingga tuntutan yang dibacakan pada hari ini dirasa telah memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat,” ujar Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri Banda Aceh, Muhammad Kadafi, S.H., M.H kepada media dialeksis.com, Selasa, 29 Juli 2025.
Selain hukuman cambuk dan penahanan lanjutan, JPU juga mengajukan permohonan agar sejumlah barang bukti milik kedua terdakwa dirampas untuk dimusnahkan. Barang-barang tersebut antara lain pakaian dalam, baju kaos, celana, serta dua unit handphone masing-masing merek REDMI Note 14 dan VIVO V-15.
Barang bukti ini menjadi bagian penting dalam proses pembuktian di persidangan, dan karena tidak lagi memiliki nilai guna, dimohonkan untuk dihancurkan.
Kedua terdakwa juga dibebankan membayar biaya perkara sebesar Rp2.000. Sidang sendiri berjalan tertib dan mendapat pengamanan dari aparat terkait.
Menanggapi tuntutan ini, penasihat hukum terdakwa menyatakan akan mengajukan pembelaan (pledoi). Majelis Hakim kemudian menunda sidang dengan agenda pembacaan pledoi oleh tim kuasa hukum pada Senin, 4 Agustus 2025.
Muhammad Kadafi juga menyampaikan bahwa tuntutan ini merupakan bagian dari komitmen lembaga penegak hukum dalam menjalankan amanah Qanun Jinayat di wilayah Aceh.
“Kami menjalankan fungsi penuntutan dengan tetap menjunjung tinggi hukum positif yang berlaku di Aceh, termasuk Qanun sebagai produk hukum daerah dalam pelaksanaan Syariat Islam,” pungkasnya.