Beranda / Politik dan Hukum / Jejak Uang Narkoba dalam Pilkada Aceh

Jejak Uang Narkoba dalam Pilkada Aceh

Rabu, 06 November 2024 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Tkn

Ilustrasi uang narkoba di Pilkada. Foto: Ximagination


DIALEKSIS.COM | Aceh - Sofyan tampak santai saat berbelanja di sebuah toko di kawasan Manyak Payed, Aceh Tamiang, pada Sabtu pagi, 25 Mei 2024. Calon legislatif terpilih dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu tak menyadari kehadirannya telah dipantau polisi. Beberapa saat kemudian, petugas menangkapnya. Ia diduga mengendalikan peredaran 70 kilogram sabu-sabu.

Penangkapan Sofyan menjadi potret nyata betapa bisnis narkoba telah merambah dunia politik di Aceh. "Ini bukan kasus pertama dan mungkin bukan yang terakhir," kata Aryos Nivada, pendiri Jaringan Survei Inisiatif, lembaga riset, pelatihan, dan analisis kepada Dialeksis, Senin pekan lalu.

Menurut Aryos, kasus Sofyan hanyalah puncak gunung es dari praktik yang ia sebut sebagai 'narkopolitik' – istilah untuk penggunaan uang hasil peredaran narkoba dalam aktivitas politik. Praktik ini, menurutnya, semakin mengkhawatirkan menjelang Pilkada serentak November 2024.

Di sebuah kedai kopi di Lhokseumawe, seorang pengamat politik Universitas Malikussaleh, Teuku Kemal Fasya, menjelaskan pola kerja para pemodal dalam mendanai calon kepala daerah. "Uang haram dari hasil transaksi sabu akan beredar pada Pilkada nantinya," katanya sambil menyesap kopi.

Kemal melihat ada kecenderungan praktik politik di Aceh mengikuti model oligarki dan kartel politik seperti di Jakarta. Perbedaannya, di Aceh, dana yang mengalir ke arena politik sebagian berasal dari bisnis narkoba.

Aryos Nivada, yang telah mencermati fenomena ini, mengungkap modus yang semakin canggih. Para bandar tidak lagi memberikan dana secara langsung kepada kandidat. "Mereka menempatkan uang di bisnis tertentu agar alirannya tersamarkan," ujarnya. Dalam beberapa kasus, transaksi dilakukan secara tunai melalui jaringan tertentu.

Letak geografis Aceh menjadi faktor kunci yang membuat daerah ini rentan terhadap peredaran narkoba. Posisinya yang strategis di ujung barat Indonesia menjadikannya pintu masuk potensial bagi peredaran narkotika.

"Pilkada adalah momen strategis untuk mendapatkan dukungan dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan besar, termasuk pelaku bisnis ilegal," kata Aryos.

Dari tindakan kepolisian melalui Kapolda Aceh, Irjen Achmad Kartiko, mengakui adanya ancaman serius ini. Dalam sebuah rapat koordinasi di Mapolda Aceh awal bulan ini, ia menegaskan bahwa polisi akan menerapkan pendekatan tindak pidana pencucian uang untuk mendeteksi aliran dana mencurigakan.

"Ini adalah modus baru yang harus kita waspadai. Uang narkoba bisa membuat seseorang menjadi legislator atau kepala daerah, dan ini akan berdampak buruk bagi pemerintahan dan masyarakat," kata Kartiko.

Bahkan urusan uang narkoba di arena politik menuai respon dari Transparency International Indonesia (TII) melalui penelitinya, Sahel Muzzammil, mengkritik lemahnya pengawasan terhadap keuangan partai politik.

"Sejak beberapa tahun lalu kami sudah mendorong KPU membuat aturan yang mewajibkan partai politik menyertakan laporan keuangannya saat mendaftar pemilu," katanya.

Kritik ini dijawab Komisioner KPU, Idham Holik, dengan menunjukkan adanya kerja sama antara KPU dan Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK). Melalui Nota Kesepahaman Nomor 6/PR.07-NK/07/KPU/III/2019, kedua lembaga ini berkomitmen memberantas praktik pencucian uang dalam pemilu.

Namun Sahel menilai langkah ini belum cukup. "Sampai saat ini KPU tidak mau mengambil inisiatif yang lebih berani," katanya. Ia menekankan pentingnya transparansi laporan keuangan partai yang bisa diakses publik.

Menjelang Pilkada November 2024, ancaman narkopolitik menjadi ujian berat bagi demokrasi di Aceh. Polda Aceh telah menyiapkan strategi khusus, termasuk meningkatkan pengawasan terhadap aliran dana mencurigakan dan memperkuat koordinasi dengan berbagai pihak.

"Penggunaan uang narkoba dalam politik adalah kejahatan serius yang harus ditindak tegas," tegas Kapolda Kartiko. Namun, tanpa dukungan sistem pengawasan yang kuat dan keberanian politik dari penyelenggara pemilu, upaya memberantas narkopolitik hanya akan menjadi slogan kosong.

Sementara itu, jam terus berdetak menuju hari pemilihan. Di tengah hiruk-pikuk kampanye, ancaman uang haram dari bisnis narkoba terus membayangi pesta demokrasi di Serambi Mekkah.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda