bireun
Beranda / Politik dan Hukum / Kandidat 01 Janji Investasi Tambang, Jubir Mualem: Waspadai Kutukan SDA di Aceh

Kandidat 01 Janji Investasi Tambang, Jubir Mualem: Waspadai Kutukan SDA di Aceh

Senin, 18 November 2024 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi
M. Dzaky Naufal, S.IP, Demisioner Wakil Presiden Mahasiswa USK dan Juru Bicara Tim Kampanye Daerah Sigma-MC Banda Aceh. Dokumen untuk dialeksis.com.

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - M. Dzaky Naufal, S.IP, Demisioner Wakil Presiden Mahasiswa USK dan Juru Bicara Tim Kampanye Daerah Sigma-MC Banda Aceh mengatakan bahwa salah satu isu menarik yang mencuat dalam sesi debat terakhir adalah janji calon gubernur Bustami Hamzah yang ingin meningkatkan perekonomian Aceh melalui investasi pertambangan

Namun, di balik janji tersebut, terselip kekhawatiran akan potensi kutukan sumber daya alam yang pernah membayangi Aceh di masa lalu. 

Menurutnya, wacana Bustami Hamzah untuk membuka lapangan kerja dan mendorong ekonomi Aceh melalui sektor tambang memang terdengar menarik di permukaan. 

"Namun, kita tidak boleh melupakan sejarah kelam eksploitasi sumber daya alam di Aceh," tegas Dzaky kepada Dialeksis.com, Senin, 18 November 2024.

Dzaky mengingatkan bahwa sejarah eksploitasi pertambangan di Aceh telah meninggalkan dampak negatif yang signifikan. 

Dalam hal ini, kata Dzaky, tentu masih ingat era kejayaan Lhokseumawe sebagai kota Petrodollar di tahun 1970-an hingga awal 2000-an. 

Keberadaan perusahaan besar seperti Mobil Oil dan PT. Arun memang berhasil meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi di sisi lain, menciptakan kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan. 

"Pembangunan yang tidak berkelanjutan ini hanya menjadi bom waktu yang menimbulkan konflik sosial dan lingkungan," ujar Dzaky.

Belum lagi kasus terbaru di Meulaboh, Aceh Barat, di mana aktivitas pertambangan yang dimiliki oleh salah satu tokoh partai nasional kembali menuai kontroversi. 

Perusahaan tersebut sebelumnya terlibat dalam proyek PT. EMM di Nagan Raya yang mendapat penolakan besar dari masyarakat pada tahun 2019. 

Penolakan ini didasari kekhawatiran akan kerusakan lingkungan yang tidak dapat diperbaiki dan potensi gesekan sosial di tengah masyarakat.

M. Dzaky Naufal menekankan pentingnya prinsip-prinsip kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya alam. 

"Orang Aceh punya pepatah, buleun pengeuh takawe eungköt, watei ie suröt taköh bak bangka artinya, semua harus ditempatkan pada tempatnya dan dilakukan dengan cara yang benar," katanya. 

Ia menilai, niat membuka lapangan kerja melalui sektor tambang harus disertai dengan regulasi ketat dan transparansi. 

Jika tidak, Aceh hanya akan mengulangi kesalahan masa lalu di mana kesejahteraan ekonomi tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan dan konflik sosial.

Aceh, dengan letak geografis yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, menghadapi tantangan besar dalam mengelola sumber daya alamnya. 

"Industri pertambangan dapat memperburuk kerusakan lingkungan jika tidak dikelola dengan baik, terutama di wilayah pesisir yang sensitif," ujar Dzaky.

Berdasarkan laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), wilayah kepulauan seperti Aceh lebih rentan terhadap peningkatan permukaan air laut, banjir bandang, dan perubahan iklim ekstrem lainnya.

"Apakah investasi tambang benar-benar mampu membuka lapangan kerja yang signifikan bagi masyarakat lokal? Bagaimana dengan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan ekonomi lokal? Apakah hanya segelintir elit yang akan menikmati keuntungan dari sektor ini?" kata Dzaky. 

Ia menambahkan bahwa masyarakat Aceh harus cerdas dalam memilih pemimpin yang benar-benar berpihak pada kepentingan rakyat, bukan hanya menawarkan janji-janji kosong yang berpotensi merusak masa depan generasi mendatang.

Di tengah kampanye yang penuh dengan janji-janji menarik, masyarakat Aceh dihadapkan pada pilihan yang tidak mudah. Pilkada kali ini tidak hanya soal memilih pemimpin, tetapi juga menentukan masa depan lingkungan dan ekonomi Aceh. 

M. Dzaky Naufal menyarankan agar masyarakat Aceh berhati-hati dalam memilih kandidat yang berjanji membuka investasi tambang.

"Aceh butuh pemimpin yang tidak hanya pandai berbicara soal pertumbuhan ekonomi, tetapi juga peduli pada keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan sosial. Jangan sampai kita terjebak dalam harapan haru yang hanya berakhir dengan penyesalan," jelasnya.

Dzaky mengajak masyarakat untuk lebih kritis dalam menyikapi janji-janji kampanye para calon gubernur. 

"Pilkada ini adalah momentum penting bagi kita untuk menentukan arah pembangunan Aceh. Pilihlah pemimpin yang benar-benar berkomitmen untuk membawa harapan baru yang nyata, bukan hanya sekadar retorika belaka," pungkasnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda