Minggu, 01 Juni 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Kepala Biro Pemerintahan Aceh Ungkap Bukti Kepemilikan Empat Pulau yang Diklaim Sumut

Kepala Biro Pemerintahan Aceh Ungkap Bukti Kepemilikan Empat Pulau yang Diklaim Sumut

Kamis, 29 Mei 2025 18:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Nora

Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Drs. Syakir, M.Si. Foto: dok Dialeksis


DIALEKSIS.OM | Banda Aceh - Kabar empat pulau Aceh direbut Sumatera Utara Kembali menjadi perbincangan hangat di berbagai kalangan masyarakat Aceh. 

Isu mengenai status keempat pulau ini sejatinya bukan hal baru. Permasalahan kepemilikan pulau-pulau tersebut telah mencuat sejak tahun 2008.

Dalam wawancara ekslusif bersama Dialeksis, Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Drs. Syakir, M.Si, menyampaikan bahwa Gubernur Aceh pada tahun 2022 telah mengeluarkan surat bantahan atas klaim tersebut. 

Surat bernomor 125.1.10018, yang memuat tanggapan terhadap surat Gubernur Sumatera Utara nomor 125/6614 terkait kepemilikan Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Kecil/Ketek, dan Pulau Mangkir Besar/Gadang, ditujukan kepada Menteri Dalam Negeri dan ditandatangani oleh Gubernur Aceh saat itu, Nova Iriansyah, tertanggal 4 Juli 2022. 

Dalam surat bantahan tersebut, terdapat enam poin penting yang menjadi dasar penolakan klaim Sumut atas pulau-pulau tersebut.

1. Sehubungan dengan Surat Gubernur Sumatera Utara Nomor 125/6614 tanggal 14 Juni 2022 perihal Keberadaan 4 (Empat) Pulau di Provinsi Sumatera Utara, dapat kami sampaikan kepada Bapak Menteri beberapa hal sebagai berikut: 

a. Pelaksanaan pembakuan nama-nama pulau dilakukan oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi tahun 2008 secara terpisah antara Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh, dengan pelaksanaan terlebih dahulu di Provinsi Sumatera Utara, sebagai berikut:

1. Pembakuan nama-nama pulau Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 14-16 Mei 2008 di Medan telah memasukkan ke-4 (empat) pulau yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Kecil/Ketek dan Pulau Mangkir Besar/Gadang dalam daftar nama-nama pulau di wilayah Provinsi Sumatera Utara.

2. Pembakuan nama-nama pulau Aceh pada tanggal 20-22 November 2008 di Banda Aceh, Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi tidak mengizinkan Tim Pemerintah Aceh untuk memasukkan 4 (empat) pulau (Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Kecil/Ketek dan Pulau Mangkir Besar/Gadang) dalam daftar nama-nama pulau di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan alasan telah dimasukkan terlebih dahulu oleh Provinsi Sumatera Utara dan pulau tersebut disengketakan kepemilikannya oleh Provinsi Sumatera Utara (fotokopi Berita Acara Rapat Pembinaan dan Pembakuan Nama Pulau Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tanggal 21 November 2008 dan Surat Pernyataan Sdr. Munardi, SH, MH selaku Tim Pembakuan Nama Rupabumi Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tahun 2008 terlampir);

b. Kekeliruan dalam konfirmasi Gubernur Aceh tahun 2009 telah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dilakukan revisi terhadap koordinat 4 (empat) pulau melalui surat nomor 136/30705 tanggal 21 Desember 2018 perihal Revisi Koordinat 4 (empat) Pulau di Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh yang berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara (fotokopi terlampir), sehingga Berita Acara Rapat Kementerian/Lembaga pada tanggal 30 November 2017 tidak relevan lagi dijadikan acuan dalam penyelesaian sengketa 4 (empat) pulau tersebut, dan apalagi rapat dilakukan sepihak tanpa melibatkan Pemerintah Aceh.

c. Bahwa dalam penegasan batas daerah antara Kabupaten Aceh Singkil (Aceh) dengan Kabupaten Tapanuli Tengah (Provinsi Sumatera Utara) pada tahun 2019, berdasarkan Berita Acara Verfikasi Batas Daerah antara Kabupaten Aceh Singkil di Aceh dengan Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara Nomor 02/BA-VER/BAD.1/VIII/2019 tanggal 19 Agustus 2019 dan Berita Acara Rapat Nomor 04/BAD I/IX/2019 tanggal 17 September 2019 yang selanjutnya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2020 hanya membahas dan menetapkan batas daerah di darat antara kedua kabupaten dan provinsi, karena berdasarkan penjelasan Tim Penegasan Batas Daerah (PBD) Pusat pada waktu itu penegasan batas di laut dilaksanakan secara terpisah, termasuk penentuan kepemilikan pulau.

2. Kami tambahkan bahwa sesuai dengan dokumen kesepakatan kedua provinsi terkait batas daerah termasuk batas laut dapat dibuktikan bahwa ke-4 (empat) pulau yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Kecil/Ketek dan Pulau Mangkir Besar/Gadang merupakan cakupan wilayah Aceh, antara lain:

a. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh tanggal 22 April 1992 beserta Peta Lampiran yang ditandatangi oleh Gubernur Aceh (Ibrahim Hasan) dan Gubernur Provinsi Sumatera Utara (Raja Inal Siregar) dan disaksikan Menteri Dalam Negeri (Rudini). Dalam petanya telah menggambarkan garis batas laut antara daratan Kabupaten Tapanuli Tengah dengan 4 (empat) pulau, dengan demikian ke-4 (empat) pulau tersebut masuk dalam cakupan wilayah Aceh;

Foto: dok Dialeksis

b. Hasil Rapat Pembahasan Perbatasan antara Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Provinsi Sumatera Utara tanggal 31 Oktober 2002 yang pada angka 5 (lima) disepakati bersama pada tahun anggaran 2002 dipasang enam pilar batas dan satu pilar titik acuan di Pulau Panjang antara Kabupaten Aceh Singkil (Aceh) dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Dairi (Provinsi Sumatera Utara), sebagaimana fotokopi kesepakatan terlampir. Koordinat titik acuan ditemukan berada di pinggir pantai Pulau Panjang yang menghadap ke daratan Kabupaten Tapanuli Tengah, dengan demikian mempertegas bahwa garis batas laut berada antara daratan Kabupaten Tapanuli Tengah dengan Pulau Panjang.

3. Selain itu, berdasarkan identifikasi di lapangan ditemukan beberapa dokumen yang dikeluarkan oleh kementerian/lembaga yang berkedudukan di Provinsi

Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil terkait kepemilikan dan penanganan 4 (empat) pulau tersebut sebagai berikut:

a. Surat Keputusan Kepala Inspeksi Agraria Daerah Istimewa Atjeh No. 125/IA/1965 tanggal 17 Juni 1965;

b. Surat Panglima Daerah Angkatan Kepolisian I./ Atjeh No. Pol. 25/1/Res/1966 tanggal 27 Januari 1966 perhal T. Daud bin T. Radja Udah memohonkan perlindungan Hukum dari AKRI;

c. Surat Pemimpin Pekerjaan Lapangan Ipeda Tapaktuan nomor 219-H/4/Ipd tanggal 31 Mei 1974 perihal Ketetapan Ipeda kebun kelapa a.n. T.Sulaiman T. Daud di Pulau Panjang;

d. Putusan Pengadilan Negeri Singkil No. 32/Pid.Sus/2016/PN.Skl tanggal 26 April 2016 a.n. Samsir Sihotang bin Mual Sihotang dkk;

e. Putusan Pengadilan Negeri Singkil No. 98/Pid.Sus/2018/PN.Skl tanggal 04 Oktober 2018 a.n. Rahmaddin Zega bin Foarota Zega;

f. Putusan Pengadilan Negeri Singkil No. 93/Pid.Sus/2019/PN.Skl tanggal 23 Desember 2019 a.n. Edison Nainggolan bin Melu Nainggolan.

4. Dari sisi penguasaan fisik terhadap 4 (empat) pulau tersebut dapat kami sampaikan selama ini menjadi penguasaan Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil dan Pemerintah Aceh, ini dapat dibuktikan berdasarkan hasil survei tanggal 3 Juni 2022 yang difasilitasi Tim Pusat dan dihadiri Tim Aceh, Tim Provinsi Sumatera Utara, Tim Kabupaten Aceh Singkil dan Tim Kabupaten Tapanuli Tengah.

5. Berdasarkan penjelasan terhadap konfirmasi jumlah dan nama-nama pulau di wilayah Provinsi Aceh, dokumen kesepakatan antara Pemerintah Aceh dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan hasil survei di lapangan membuktikan bahwa ke-4 (empat) pulau yaitu Pulau Panjang, Pulau lipan, Pulau Mangkir Kecil/Ketek dan Pulau Mangkir Besar/Gadang merupakan cakupan wilayah Aceh.

6. Berkenaan dengan hal tersebut, Pemerintah Aceh mengharapkan kepada Bapak Menteri Dalam Negeri untuk merevisi Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 050-145 Tahun 2022 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode, Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau Tahun 2021, dengan mengubah kepemilikan Pulau Panjang (koordinat: 2° 05' 43.00* LU, 98° 10' 40.00' BT), Pulau Lipan (koordinat: 2° 07' 14.17" LU, 98° 09' 43.40* BT), Pulau Mangkir Kecil/Ketek (koordinat: 2° 08' 22.60" LU, 98° 08' 38.62" BT) dan Pulau Mangkir Besar/Gadang (koordinat: 2° 08' 48.99" LU, 98° 07' 28.99" BT) yang sebelumnya berada dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara, menjadi cakupan wilayah Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh.


"Setelah surat bantahan Gubernur Aceh tertanggal 4 Juli 2022 diterbitkan, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) memfasilitasi rapat pada 21 Juli 2022 di Bali. Dalam rapat tersebut, kedua pejabat Pemerintah Provinsi Aceh dan Sumut serta Pemkab Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah, dipertemukan bersama sejumlah kementerian dan lembaga terkait," ungkap Syakir. 

Menurut Syakir, pihak Pemerintah Aceh dalam rapat itu menegaskan bahwa pada tahun 2018 telah dilakukan revisi terhadap koordinat empat pulau, sehingga Berita Acara tahun 2017 dianggap tidak relevan lagi sebagai dasar penyelesaian sengketa. 

Syakir menambahkan bahwa berdasarkan dokumen resmi dan hasil survei lapangan di keempat pulau tersebut, cakupan wilayah Aceh terbukti dari berbagai aspek, baik hukum, administrasi, pemetaan, pengelolaan pulau, maupun layanan publik yang telah dibangun oleh Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil. 

Ia melanjutkan, dari pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pun membenarkan bahwa ditemukan objek berupa tugu penanda dan layanan publik seperti dermaga, rumah singgah, dan musala yang dibangun oleh Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Singkil. Selanjutnya, kata Syakir, penetapan definitif empat pulau tersebut akan dilakukan melalui Permendagri. 

Karena tidak dihasilkan berita acara kesepakatan rapat pada waktu itu, berikut beberapa pandangan dari peserta rapat. 

Badan Informasi Geospasial (BIG) menyatakan bahwa keempat pulau itu masih berstatus sengketa, sehingga keputusan Kepala BIG No. 51/2021 hanya mencantumkan bahwa wilayah tersebut masuk wilayah Indonesia, tanpa menyebut provinsi mana yang berhak. BIG menyebutkan bahwa dasar penetapan keempat pulau mengacu pada SKB 1992.

Sementara itu, Pusat Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal) berpandangan bahwa SKB 1992 dapat dijadikan dasar penetapan, asalkan diuji dan terbukti benar.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan bahwa rapat awal terkait empat pulau ini lebih dahulu dilakukan di Medan, sehingga Sumut dapat mengklaim kepemilikan. Namun, pada rapat di Aceh, empat pulau tersebut tidak diizinkan untuk didaftarkan sebagai wilayah Aceh.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyebutkan bahwa dokumen yang dimiliki Pemerintah Aceh sangat lengkap, khususnya dari segi IP4T (Inventarisasi Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan, dan Pemanfaatan Tanah), sehingga seharusnya menjadi pertimbangan utama bagi tim pusat.

Kemenko Marves menegaskan bahwa kedekatan pulau dengan wilayah daratan tidak dapat dijadikan dasar penentuan kepemilikan. Sebagai contoh, Christmas Island yang lebih dekat ke Jawa Barat, Indonesia, namun menjadi wilayah Australia. 

Akhirnya, Kemenko Polhukam meminta Kemendagri untuk menyelesaikan sengketa kepemilikan keempat pulau ini secara bijak, berdasarkan dokumen dan kondisi lapangan.

Syakir menyampaikan kesimpulan hasil rapat menyatakan bahwa berdasarkan dokumen dan hasil survei, keempat pulau tersebut masuk dalam cakupan wilayah Aceh, dibuktikan dari aspek hukum, administrasi, pemetaan, pengelolaan, dan layanan publik yang telah dibangun oleh Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Singkil.

"Mayoritas dari Kementerian/Lembaga meminta Mendagri untuk segera menetapkan bahwa keempat pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah Aceh," ungkap Syakir.(nr)

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
hardiknas