Rabu, 24 Desember 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Koalisi Masyarakat Sipil Dorong Gubernur Aceh Usulkan Status Bencana Nasional ke Presiden

Koalisi Masyarakat Sipil Dorong Gubernur Aceh Usulkan Status Bencana Nasional ke Presiden

Rabu, 24 Desember 2025 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Koalisi Masyarakat Sipil Aceh Peduli Bencana. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Bencana mendesak Gubernur Aceh Muzakir Manaf agar segera mengirimkan surat resmi kepada Presiden RI Prabowo Subianto untuk menetapkan banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Aceh dan sejumlah wilayah Sumatra sebagai Bencana Nasional.

Desakan tersebut disampaikan pada Rabu (24/12/2025), menyusul penanganan bencana yang dinilai masih lamban, meskipun status tanggap darurat bencana daerah telah ditetapkan dua kali. Koalisi menilai, tanpa intervensi penuh pemerintah pusat, penderitaan warga terdampak akan terus berlarut.

Koalisi Masyarakat Sipil Peduli Bencana merupakan gabungan berbagai organisasi masyarakat sipil, lembaga bantuan hukum, lembaga riset, serta organisasi pers yang selama ini aktif mengawal isu kemanusiaan, demokrasi, dan penegakan hak asasi manusia di Aceh. Lembaga-lembaga tersebut antara lain Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Banda Aceh, Yayasan Keadilan dan Perdamaian Indonesia (YKPI), International Centre for Aceh and Indian Ocean Studies (ICAIOS), serta KontraS Aceh.

Perwakilan Koalisi, Rahmad Maulidin, kepada dialeksis.com menegaskan bahwa koalisi akan terus mengawal penanganan bencana secara kritis dan konstruktif. Menurutnya, negara harus hadir sepenuhnya untuk melindungi hak hidup warga terdampak.

“Koalisi berkomitmen memastikan penanganan bencana dilakukan secara transparan, terukur, dan berorientasi pada korban. Negara tidak boleh absen ketika warga berada dalam situasi darurat,” ujar Rahmad.

Koalisi menilai penanganan bencana di Aceh dan sejumlah wilayah Sumatra hingga kini belum berjalan masif dan sistematis.

Empat pekan pascabencana, ribuan warga masih bertahan di pengungsian, meunasah, dan balai desa. Di banyak wilayah, lumpur, kayu, serta sisa material banjir masih menumpuk di permukiman, sementara akses air bersih belum sepenuhnya terpenuhi.

Kondisi paling memprihatinkan terlihat di Kabupaten Pidie Jaya. Banjir di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Krueng Meureudu meninggalkan lumpur setinggi hingga dua meter di permukiman warga. Koalisi menilai, kondisi tersebut mustahil ditangani hanya dengan peralatan seadanya.

“Banyak warga terpaksa mengeluarkan biaya jutaan rupiah untuk membersihkan rumah mereka. Ini sangat memberatkan, apalagi mereka juga kehilangan mata pencaharian akibat bencana,” ungkap Rahmad.

Sementara itu, di wilayah tengah Aceh, sebanyak 70.326 jiwa dilaporkan masih terisolasi akibat akses jalan yang terputus di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Meski beberapa jalur utama mulai dibuka, proses distribusi bantuan masih terkendala.

Relawan dan bantuan kemanusiaan harus menempuh medan berat, bahkan berjalan kaki melewati sungai dan jalur yang rusak parah untuk menjangkau desa-desa terdampak. Situasi ini dinilai semakin menegaskan perlunya keterlibatan penuh pemerintah pusat.

Koalisi mengingatkan bahwa masa tanggap darurat daerah fase kedua akan berakhir pada 25 Desember 2025. Tanpa penetapan status Bencana Nasional, proses rehabilitasi dan rekonstruksi dikhawatirkan berjalan tidak optimal dan justru membebani pemerintah daerah.

Koalisi berharap, langkah cepat Gubernur Aceh mengusulkan status Bencana Nasional dapat membuka jalan bagi mobilisasi sumber daya yang lebih besar, percepatan pemulihan, serta kehadiran negara secara nyata di tengah penderitaan warga Aceh dan Sumatra yang terdampak bencana.

“Negara tidak bisa terus membiarkan situasi ‘warga bantu warga’, bahkan korban bantu korban. Pemerintah pusat harus segera mengambil alih kendali kebijakan penanganan bencana ini,” tutupnya. [nh]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI