Kamis, 11 September 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Kronologi Keterlibatan Syifak Muhammad Yus dalam Kasus “Wastafel” Rp 7,2 Miliar

Kronologi Keterlibatan Syifak Muhammad Yus dalam Kasus “Wastafel” Rp 7,2 Miliar

Kamis, 11 September 2025 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Syifak Muhammad Yus tersangka kasus Wastafel Dinas Pendidikan Aceh tahun 2020. Foto: Kolase Dialeksis


DIALEKSIS.COM | Aceh - Istilah “wastafel” mengacu pada proyek pengadaan fasilitas cuci tangan di Dinas Pendidikan Aceh pada 2020. Proyek ini bernilai sekitar Rp 41 - 43,5 miliar, bersumber dari refocusing APBA 2020 untuk penanganan COVID-19, dan bertujuan menyediakan wastafel bagi sekolah-sekolah di Aceh. Belakangan, proyek ini terungkap merugikan negara sekitar Rp 7,2 miliar menurut audit BPKP.

Dimulai pertengahan tahun 2020 untuk melakukanproyek pengadaan Wastafel COVID-19, Dinas Pendidikan Aceh meluncurkan proyek pengadaan ratusan wastafel portabel untuk sekolah. Proyek ini menggunakan mekanisme penunjukan langsung yang disebar ke lebih dari 390 paket, dikerjakan oleh banyak rekanan.

Dalam sebuah pertemuan pada Juli 2020, sekitar 30 kontraktor lokal termasuk Syifak Muhammad Yus bertemu dengan pejabat Disdik Aceh (Kadisdik Rachmat Fitri, Sekdis Teuku Nara Setia) dan panitia pengadaan untuk membagi jatah paket proyek. Syifak M. Yus mendapatkan 159 paket, jumlah terbesar di antara rekanan lainnya.

Para rekanan ini kemudian "meminjam" nama hingga 219 perusahaan untuk memenuhi syarat administrasi pengadaan. Meskipun pekerjaan sesungguhnya dikerjakan oleh para rekanan utama, proyek ini diduga kuat terjadi penggelembungan harga (markup) dan praktik korupsi, mengingat harga satuan wastafel yang jauh di atas kewajaran.

Selanjutnya masuk di tahun 2021 - 2023 dimulai tindakan melalui investigasi dan persidangan pejabat disdik. Dugaan korupsi proyek wastafel mulai diselidiki Polda Aceh. Beberapa pejabat Disdik Aceh ditetapkan sebagai tersangka lebih dulu, seperti Kadisdik Rachmat Fitri, PPTK Zulfahmi, dan pejabat pengadaan Muchlis. Ketiga pejabat ini menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Banda Aceh sejak 2023.

Dari persidangan, majelis hakim dan jaksa mengungkap modus korupsi proyek senilai Rp 41 miliar ini disalahgunakan untuk keuntungan pribadi para pejabat dan rekanan, terutama melalui penunjukan langsung secara masif. Kerugian negara Rp 7,2 miliar diakibatkan oleh markup dan penyunatan anggaran.

Nama Syifak M. Yus muncul berulang kali di persidangan sebagai pihak yang diuntungkan. Ia bahkan dihadirkan sebagai saksi pada 18 Oktober 2024. Saat itu, Syifak mengakui mendapat 159 paket proyek dan menyangkal adanya "titipan" dari pejabat lebih tinggi. Namun, majelis hakim sempat menegur Syifak karena dianggap berbelit-belit.

Pada akhir 2024, kasus ini berujung pada vonis bersalah bagi Rachmat Fitri, Zulfahmi, dan Muchlis oleh Mahkamah Agung, yang memperkuat dugaan bahwa korupsi wastafel melibatkan jaringan luas, termasuk rekanan.

Masuk di momen kekinian yakni 23 April 2025 sosok Syifak M. Yus ditetapkan tersangka. Berdasarkan fakta persidangan dan penyelidikan lanjutan, Polda Aceh akhirnya meningkatkan status Syifak Muhammad Yus menjadi tersangka pada 23 April 2025. Penetapan tersangka ini mencakup perannya sebagai kontraktor utama yang mengelola puluhan paket proyek wastafel bernilai besar. Selain Syifak, penyidik juga menetapkan beberapa rekanan lain sebagai tersangka tambahan.

Dibulan Agustus tahun 2025 terjadi pemanggilan pertama yang tertunda. Polda Aceh baru melayangkan pemanggilan resmi kepada Syifak pada akhir Agustus 2025 untuk diperiksa sebagai tersangka. Namun, Syifak mangkir dengan alasan ada kesibukan lain. Terungkap kemudian bahwa ia beralasan sedang menjabat Ketua Panitia (Project Officer) pelatihan Pedagang Pejuang Indonesia (Papera) sayap organisasi Partai Gerindra.

Awal September 2025 tekanan publik meningkat, kabar status tersangka Syifak mencuat ke publik pada awal September 2025. Dirreskrimsus Polda Aceh Kombes Zulhir Destrian pada 3 September 2025 membenarkan bahwa Syifak telah berstatus tersangka sejak April. Zulhir menjelaskan penundaan pemeriksaan disebabkan alasan dari pihak Syifak, namun menegaskan proses hukum tetap berjalan.

Tekanan publik memuncak pada 9 September 2025, dengan aksi unjuk rasa oleh aktivis Solidaritas Pemuda Anti-Korupsi (SiPAK) di Mapolda Aceh. Mereka menuntut polisi segera menangkap dan menahan Syifak, yang mereka anggap “dalang” korupsi.

Diakhir pada tanggal 10 September 2025, momen krusial sosok Syifak M. Yus ditahan memenuhi panggilan dan menjalani pemeriksaan intensif selama 10 jam di Mapolda Aceh. Penyidik mengajukan 64 pertanyaan seputar keterlibatannya dalam proyek wastafel.

Usai pemeriksaan, penyidik menyimpulkan telah mengantongi bukti yang cukup kuat tentang peran Syifak. Malam itu juga, Syifak M. Yus resmi ditahan dan digiring ke Rumah Tahanan Polda Aceh untuk penahanan awal 20 hari. Syifak terlihat mengenakan baju tahanan oranye saat dibawa petugas.

Dengan penahanan ini, Syifak Muhammad Yus akhirnya mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam proses hukum. Kasus ini masih terus dikembangkan, dan Polda Aceh menyatakan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain yang akan diungkap menyusul penahanan Syifak. []

Keyword:


Editor :
Redaksi

perkim, bpka, Sekwan
riset-JSI
pelantikan padam
sekwan - polda
bpka - maulid
bpka