DIALEKSIS.COM | Jakarta - Djainudin, mantan Asisten Manajer Bisnis Mikro (AMBM) Bank Rakyat Indonesia (BRI), mengungkapkan alasan di balik persetujuan pengajuan kredit fiktif yang diduga merugikan negara hingga Rp64,74 miliar. Dalam sidang kasus korupsi BRIguna di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/4/2025), Djainudin menyatakan bahwa keputusannya menyetujui kredit didasarkan pada kelengkapan dokumen, bukan verifikasi keaslian data.
“Saya hanya memproses permohonan yang berkasnya lengkap. Data yang diajukan Singgih sudah memenuhi syarat administratif,” tegas Djainudin, merujuk pada Dwi Singgih Hartono, mantan anggota TNI AD yang didakwa sebagai otak pemalsuan data.
Menurut Djainudin, sebagai AMBM, tanggung jawabnya terbatas pada pemeriksaan administratif, sementara verifikasi lapangan menjadi kewajiban pejabat pemrakarsa.
Dalam kasus ini, Nadia Sukmarina, karyawan BRI Unit Menteng Kecil, disebut sebagai pihak yang seharusnya memastikan keabsahan data calon debitur. Namun, Nadia diduga mengabaikan prosedur tersebut, memungkinkan Singgih mengajukan ratusan kredit fiktif menggunakan data palsu anggota TNI AD dari Bekang Kostrad Cibinong (2016 - 2023).
Saksi lain, Fahrurrazi (customer service BRI), membenarkan bahwa syarat utama persetujuan kredit adalah kelengkapan berkas. “Selama dokumen lengkap, proses bisa dilanjutkan. Tidak ada indikasi masalah saat itu,” ujarnya. Pernyataan serupa disampaikan Ni Putu Trisna Widiyati dan Weti Wiguna, mantan AMBM dan teller BRI, yang turut diperiksa dalam sidang.
Jaksa mengungkap, Singgih memanfaatkan jabatannya sebagai Juru Bayar di Bekang Kostrad Cibinong untuk memalsukan data dan mengajukan kredit BRIguna atas nama anggota TNI AD.
Setiap dokumen palsu diberi imbalan Rp500 ribu kepada Maman dan Sutrisno, yang kemudian diserahkan ke Nadia, Rudi Hotma (Kepala Unit BRI Menteng Kecil 2019 - 2022), dan Heru Susanto (Kepala Unit 2022 - 2023). Tanpa verifikasi, berkas langsung diproses hingga disetujui almarhum Antonius HPP, mantan Kepala Cabang BRI Menteng Kecil.
Dari dua perkara terpisah, negara dirugikan minimal Rp57,04 miliar di BRI Unit Menteng Kecil dan Rp7,7 miliar di cabang lain. Singgih diduga mengantongi Rp56,79 miliar, sementara karyawan BRI seperti Nadia, Rudi, dan Heru menerima puluhan hingga ratusan juta rupiah.
Sidang yang dipimpin majelis hakim Tipikor ini akan kembali memanggil saksi dan terdakwa untuk mengungkap keterlibatan seluruh pihak. Tuntutan terhadap Singgih dan kroni-kroninya diperkirakan akan dibacakan dalam beberapa bulan mendatang, mengingat kompleksitas kasus yang melibatkan oknum internal bank dan militer.