Senin, 29 September 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Masyarakat Pidie Minta Kapolda Aceh Tinjau Kerusakan Hutan Akibat Tambang Ilegal

Masyarakat Pidie Minta Kapolda Aceh Tinjau Kerusakan Hutan Akibat Tambang Ilegal

Minggu, 28 September 2025 15:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Koordinator Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Pidie (GAMMP), Mohd Agil Gunawan beserta massa aksinya. Dokumen untuk dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Gerakan Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Pidie (GAMMP) menyatakan dukungan penuh terhadap instruksi Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem), yang menegaskan agar seluruh alat berat jenis excavator segera ditarik keluar dari kawasan hutan Aceh.

Instruksi ini dinilai sebagai langkah penting untuk menghentikan praktik tambang ilegal yang kian merajalela, merusak lingkungan, dan hanya menguntungkan segelintir pihak.

“Keberanian Pemerintah Aceh patut kita apresiasi bersama. GAMMP berada di barisan terdepan mendukung seruan Gubernur dalam upaya membersihkan Aceh dari praktik tambang ilegal,” tegas Koordinator GAMMP, Mohd Agil Gunawan, kepada media dialeksis.com, Minggu, 28 September 2025.

Meski mendukung penuh, GAMMP mengingatkan bahwa ketegasan pemerintah tidak boleh berhenti pada tataran wacana.

Mereka menekankan perlunya langkah konkret, mengingat hasil investigasi Panitia Khusus (Pansus) DPRA sebelumnya mengungkap adanya dugaan setoran ilegal hingga Rp360 miliar per tahun dari aktivitas tambang ilegal kepada oknum aparat penegak hukum.

“Fakta Rp360 miliar tersebut menunjukkan bahwa tambang ilegal bukan hanya soal kerusakan hutan, tetapi juga praktik korupsi terorganisir yang melibatkan jejaring kekuasaan. Jika pemerintah sebatas menyuarakan tanpa bertindak, itu sama saja memberi perlindungan bagi mafia tambang,” ujar Agil.

Di tingkat daerah, GAMMP menyoroti lemahnya tindak lanjut DPRK dan Bupati Pidie. Menurut mereka, hingga kini belum ada komitmen nyata pasca-aksi GAMMP pada 10 September 2025.

“Janji yang disampaikan di hadapan massa aksi belum juga diwujudkan. Bahkan, dua surat resmi yang kami layangkan pada 15 dan 26 September tidak mendapat tanggapan. Hal ini jelas merupakan bentuk pengabaian terhadap aspirasi masyarakat,” ungkap Agil.

Untuk itu, GAMMP mendesak DPRK Pidie segera menepati janjinya dengan membentuk Panitia Khusus (Pansus) yang turun langsung ke lapangan. Mereka juga meminta Bupati Pidie menunjukkan ketegasan dalam menghentikan aktivitas tambang ilegal di wilayahnya.

Selain eksekutif dan legislatif, GAMMP juga meminta agar Kapolda Aceh turun langsung ke Pidie, tanah kelahirannya, untuk melihat kondisi hutan dan sungai yang semakin rusak akibat aktivitas tambang ilegal.

“Kapolda tidak cukup hanya menerima laporan di balik meja. Kami berharap beliau kembali ke tanah kelahirannya, menyaksikan kerusakan yang terjadi, dan mengambil langkah tegas agar Pidie tidak terus menjadi korban keserakahan mafia tambang,” tegas Agil.

Ia mengatakan bahwa tanggung jawab pemberantasan tambang ilegal kini berada di tangan eksekutif, legislatif, dan aparat penegak hukum. Jika tidak ada langkah nyata, publik akan menilai bahwa pernyataan Pemerintah Aceh hanya sebatas retorika tanpa keberanian menghadapi jaringan mafia yang telah lama ada.

“Jangan sampai instruksi Gubernur hanya berhenti menjadi seruan moral. Masyarakat menunggu bukti nyata bahwa pemerintah benar-benar berpihak kepada rakyat dan lingkungan,” pungkas Agil.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
bpka - maulid