Beranda / Politik dan Hukum / Membawa Kabar Kebencanaan dari Aceh ke Jerman

Membawa Kabar Kebencanaan dari Aceh ke Jerman

Jum`at, 11 Oktober 2024 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Kunjungan tim Universitas Syiah Kuala presentasinya ke Georg-August-University, Goettingen, Jerman. Foto: kolase Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Berlin - Sepuluh menit sebelum presentasinya dimulai di Georg-August-University, Goettingen, Jerman, Senin pekan lalu, Dr. Ichsan masih merapikan slide-nya. Peneliti dari Tsunami and Disaster Mitigation Research Center Universitas Syiah Kuala (TDMRC USK) ini hendak berbicara tentang keamanan pangan dan dampaknya terhadap kesehatan dalam situasi bencana.

"Saya ingin membawa pengalaman Aceh ke panggung internasional," kata Ichsan kepada Dialeksis, Kamis, 10 Oktober 2024.

Ia melanjutkan lesson learned positif sangat dibutuhkan dari pengalaman yang terjadi di Aceh terkait setelah dilanda bencana tsunami. 

"Ini menjadi informasi pembelajaran bagi siapa pun jika ingin belajar penanganan tsunami di Aceh dan pasca tsunami," ungkapnya.

Ichsan adalah salah satu dari sepuluh delegasi USK yang menghadiri summer school bertajuk "The DAAD SDG-Partnerships Program 'HEALTHY PATHS'" di kota universitas tersebut. Acara yang berlangsung selama sepuluh hari, 30 September hingga 9 Oktober 2024, ini menjadi pertemuan tiga benua: Eropa yang diwakili tuan rumah Jerman, Asia oleh Indonesia, dan Afrika melalui Madagaskar.

Delegasi USK yang dipimpin Profesor Hizir Sofyan ini tak hanya menjadi pendengar pasif. Selain Ichsan yang juga menjabat sebagai Ketua Pusat Krisis Kesehatan dan Manajemen Pandemi TDMRC USK, ada Farah Diba, dosen keperawatan yang getol mengangkat isu kesehatan mental pascabencana. Mereka ditemani delapan mahasiswa pascasarjana dari beragam disiplin ilmu.

Di hadapan puluhan peserta dari tiga negara, Ichsan membedah aspek-aspek penting keamanan pangan dan kaitannya dengan kesehatan global. Presentasinya mengundang diskusi hangat, terutama ketika ia mengangkat pengalaman Aceh mengelola krisis pangan pasca-tsunami 2004.

"Kami belajar banyak dari bencana tersebut," ujarnya.

Summer school ini tak sekadar ajang berbagi pengalaman. Profesor Hizir Sofyan mengatakan bahwa pertemuan ini akan berlanjut ke program pembelajaran daring yang mencakup enam topik utama. Mulai dari penanganan penyakit menular hingga aspek nutrisi dan kesehatan global.

"Ini bukan sekadar ceremonial," kata Hizir.

Kegiatan ini memang ambisius. Dengan berfokus pada empat tujuan pembangunan berkelanjutan-kesehatan, ketahanan pangan, air bersih, dan kemitraan global-pertemuan ini menjadi batu loncatan bagi USK menuju status World Class University.

Bagi Ichsan, status itu bukan sekadar gelar. "Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa memberi manfaat lebih luas, dari Aceh untuk dunia," ujarnya.

Di sela-sela acara, delegasi USK juga membicarakan rencana kerja sama riset dengan dua universitas mitra. Profesor Hizir optimistis, kolaborasi ini akan membuka lebih banyak peluang bagi peneliti dan mahasiswa USK untuk berkiprah di kancah internasional.

Sementara para delegasi sibuk berdiskusi di Goettingen, di Banda Aceh, Rektor USK tengah mempersiapkan rencana tindak lanjut. "Ini baru permulaan," kata Hizir, yang juga menjabat sebagai Direktur Pascasarjana USK.

Malam itu, ketika summer school memasuki hari kelima, Ichsan menutup laptopnya dengan senyum puas. Besok, giliran mahasiswa USK yang akan presentasi. Di ujung lorong kampus Georg-August-University yang berusia 287 tahun itu, mereka masih tekun berlatih. Aceh, lewat USK, memang tak pernah berhenti berkarya. [arn]

Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda