MK Gelar Sidang Pengujian Materiil Larangan Kampanye di Instansi Pendidikan
Font: Ukuran: - +
Ilustrasi para hakim konstitusi MK saat menggelar sidang. [Foto: MK]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian materiil terkait larangan kampanye di instansi pendidikan pada Pasal 69 huruf i Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota terhadap Pasal 22E ayat (1), 28D ayat (1), dan 28C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Berdasarkan siaran pers MK pada Jumat (12/7/2024), sidang dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan dilaksanakan pada Jumat pagi pukul 08.30 WIB di Ruang Sidang MK. Permohonan pengujian a quo yang teregistrasi dengan nomor perkara 69/PUU-XXII/2024, diajukan oleh Sandy Yudha Pratama Hulu sebagai Pemohon I dan Stefanie Gloria sebagai Pemohon II, yang keduanya berstatus sebagai mahasiswa.
Para Pemohon berpendapat bahwa Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 mengatur bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Pasal 28D ayat (1) menjamin setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Sementara itu, Pasal 28C ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
Para Pemohon juga berargumentasi bahwa larangan kampanye di tempat pendidikan, khususnya di perguruan tinggi, menghalangi hak mereka untuk mendapatkan informasi secara langsung dari calon pemimpin daerah.
Mereka menilai bahwa diskusi dan debat di lingkungan akademis adalah sarana penting untuk menguji visi, misi, dan program calon pemimpin secara kritis dan mendalam. Hal ini sangat relevan mengingat peran strategis perguruan tinggi dalam menciptakan dan menyebarluaskan pengetahuan, serta memberikan pendidikan politik yang sehat bagi mahasiswa sebagai pemilih pemula.
Para Pemohon juga mengemukakan bahwa pembatasan itu mengakibatkan ketidakpastian hukum dan inkonsistensi dalam pengaturan kampanye antara Pemilu dan Pilkada. Mereka merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-XXI/2023 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 128/PUU-XXI/2023, yang telah memperbolehkan kampanye di tempat pendidikan dengan syarat mendapat izin dari penanggung jawab tempat dan tanpa atribut kampanye.
Dalam permohonannya, Para Pemohon meminta agar MK menyatakan Pasal 69 huruf i UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “mengecualikan Perguruan Tinggi atau penyebutan serupa sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu.” [*]