Kamis, 09 Oktober 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Mualem dan Diplomasi Jemput Bola: Cerdas, Adaptif, dan Mengubah Wajah Aceh

Mualem dan Diplomasi Jemput Bola: Cerdas, Adaptif, dan Mengubah Wajah Aceh

Rabu, 08 Oktober 2025 23:55 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Gubernur Aceh H. Muzakir Manaf--akrab disapa Mualem. Foto: Humas Aceh


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Dalam tempo delapan bulan, Gubernur Aceh H. Muzakir Manaf--akrab disapa Mualem--menunjukkan bahwa kepemimpinan bukan sekadar jabatan, melainkan seni membangun kepercayaan, membaca arah angin, dan menjemput peluang sebelum ia berlalu.  

Melalui komunikasi politik yang luwes, pendekatan jemput bola yang konsisten, dan kecerdasan adaptif yang tak banyak dimiliki pemimpin daerah lain, Mualem berhasil mengembalikan kepercayaan pemerintah pusat terhadap Aceh--yang sempat renggang dalam beberapa periode sebelumnya.

Hal ini disampaikan oleh Aryos Nivada, Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Syiah Kuala dan pendiri Jaringan Survei Inisiatif (JSI), saat dimintai pandangannya terkait arah kepemimpinan Mualem dalam periode 2025-2030.

“Sejak awal dilantik, Mualem menunjukkan bahwa ia bukan sekadar eks kombatan, tapi pemimpin politik yang memahami cara kerja birokrasi modern,” ujar Aryos, Rabu (8/10/2025).

Pelantikan Mualem dan Wakil Gubernur Fadhlullah pada 12 Februari 2025--dimajukan dari jadwal nasional atas permintaan DPR Aceh dan pertimbangan kekhususan daerah--menjadi sinyal awal bahwa pusat mulai membuka ruang dialog yang lebih setara.

“Itu bukan hal kecil. Pusat menghormati kekhususan Aceh sebagaimana diatur dalam UUPA. Dan itu tidak mungkin terjadi tanpa komunikasi politik yang cerdas dan terukur,” tambah Aryos.

Komunikasi Berbasis Empati, Diplomasi Tanpa Konfrontasi

Gaya komunikasi Mualem disebut Aryos sebagai khas: berbasis empati, jujur, namun tetap strategis. Ketika menanggapi isu sensitif seperti rencana pemotongan Dana Transfer ke Daerah (TKD), Mualem memilih jalur dialog, bukan provokasi.

“Ia bicara lugas, tidak menyudutkan, tapi tetap tegas memperjuangkan kepentingan Aceh. Itu bentuk kecerdasan politik yang dibungkus dengan kesederhanaan komunikatif,” kata Aryos.

Pengakuan atas gaya komunikasi ini datang dari tingkat nasional. Pada pertengahan 2025, Mualem dianugerahi Pimred Award sebagai Kepala Daerah dengan Komunikasi Publik Terbaik tingkat provinsi--penghargaan yang mencerminkan keterbukaan informasi dan kemitraan aktif dengan media massa.

Jemput Bola: Dari Rumah Kombatan hingga Dana Abadi Hijau

Salah satu ciri khas pemerintahan Mualem adalah pendekatan jemput bola. Ia tidak menunggu proposal menumpuk di meja, melainkan langsung mendatangi kementerian dan lembaga di Jakarta untuk memastikan Aceh tidak tertinggal dalam arus pembangunan nasional.

Langkah konkret terlihat saat Mualem bertemu Wakil Menteri PUPR Fahri Hamzah untuk mengusulkan Inpres pembangunan rumah bagi eks kombatan GAM--sebuah agenda strategis yang menyentuh akar rekonsiliasi dan keadilan sosial.

Tak berhenti di situ, Mualem juga melobi Kementerian Lingkungan Hidup RI untuk mendukung pembentukan Dana Abadi Kombatan dan Korban Konflik, dengan pendekatan pembangunan hijau sebagai fondasi ekonomi pascakonflik.

“Ia tidak sekadar berpikir politik, tapi pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan,” ujar Aryos.

Diplomasi Pulau dan Akuntabilitas Fiskal

Hasil nyata dari strategi komunikasi dan diplomasi pembangunan mulai tampak. Presiden Prabowo Subianto menetapkan empat pulau sengketa--Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek--sebagai bagian sah dari wilayah Aceh.

“Penyelesaian ini bukan hasil tekanan, tapi buah dari diplomasi elegan. Mualem memilih dialog, bukan konfrontasi. Dan itu memperkuat posisi Aceh sebagai mitra dewasa dalam bingkai NKRI,” jelas Aryos.

Di sisi fiskal, Mualem menunjukkan komitmen terhadap transparansi anggaran. Di tengah keterbatasan APBA dan ketergantungan pada dana pusat, ia menolak keras kebijakan yang berpotensi merugikan daerah, seperti pemangkasan TKD.

“Ia tahu kapan harus tegas, kapan harus negosiasi. Itu bentuk kecerdasan politik yang tidak banyak dimiliki pemimpin lain,” tegas Aryos.

Sinergi Internal dan Fondasi Kepemimpinan

Tak hanya membangun kepercayaan pusat, Mualem juga menjaga sinergi internal. Ia menekankan pentingnya kerja sama antara Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota, serta membangun hubungan eksekutif-legislatif yang relatif harmonis.

“Pendekatan kolektif ini menunjukkan pemahaman sistemik terhadap tata kelola pemerintahan,” kata Aryos.

Meski tantangan masih membentang--kemiskinan, pengangguran, rendahnya investasi--Aryos optimis bahwa fondasi kepemimpinan Mualem sudah berada di jalur yang benar. 

“Jika komunikasi pusat-daerah terus terjaga dan strategi jemput bola diperkuat, Aceh bisa menjadi contoh daerah pascakonflik yang membangun diri dengan elegan,” tutupnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI