Partai Aceh Siap Lanjutkan Kasus KIP ke DKPP Jika Panwaslih Tidak Bertindak
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Adi Laweung didampingi oleh tim kuasa hukum yang terdiri dari Fadjri, S.H dan rekan-rekannya. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Partai Aceh secara resmi melaporkan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh kepada Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Aceh.
Langkah ini diambil setelah KIP Aceh diduga melakukan sejumlah pelanggaran dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh 2024, yang dianggap merugikan proses demokrasi di wilayah tersebut.
Wakil Ketua Partai Aceh, Suadi Sulaiman alias Adi Laweung, dengan tegas menyatakan bahwa jika laporan ini tidak segera ditindaklanjuti oleh Panwaslih, maka pihaknya tidak akan ragu untuk melanjutkan kasus ini ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
"Jika Panwaslih tidak bergerak, kami siap membawa laporan ini ke DKPP untuk mengusut dugaan pelanggaran yang dilakukan KIP Aceh," ujar Adi Laweung, Jumat (27/9/2024).
Dalam pelaporan yang diajukan, Adi Laweung didampingi oleh tim kuasa hukum yang terdiri dari Fadjri, S.H., Muhammad Iqbal Rozi, S.H., M.H., Muhammad Ridwansyah, M.H., Hermanto, S.H., Ayyub Sabar, S.Sy., dan Atta Azhari, S.H.
Mereka mengajukan laporan dengan nomor registrasi 03/LP/TG/Prov/01.00/IX/2024. Tim hukum ini menegaskan bahwa laporan tersebut berlandaskan pada dugaan pelanggaran serius yang dilakukan oleh KIP dalam beberapa tahapan Pilkada Aceh 2024.
Adi Laweung menjelaskan bahwa pelanggaran yang dituduhkan kepada KIP Aceh terkait dengan perubahan jadwal dan tahapan pemilihan.
Salah satu masalah utama adalah terkait dengan Keputusan KIP No. 25 Tahun 2024 yang mengatur jadwal pendaftaran bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh.
KIP Aceh dianggap melanggar aturan ketika melakukan perubahan melalui Keputusan No. 26 Tahun 2024, yang memperpanjang periode pendaftaran hingga 15 September 2024.
Perpanjangan tersebut, menurut Adi, tidak sesuai dengan ketentuan awal yang menetapkan bahwa periode tersebut hanya berlangsung dari 6 hingga 12 September 2024.
"Perubahan ini merugikan bakal calon yang sudah mengikuti aturan sebelumnya, termasuk calon dari Partai Aceh," tegas Adi.
Selain itu, laporan juga menyoroti ketidaksesuaian dalam uji kemampuan membaca Al-Qur'an yang dilakukan pada 4 September 2024 di Masjid Raya Baiturrahman.
Adi menyatakan bahwa penilaian kemampuan membaca Al-Qur'an yang seharusnya hanya mengacu pada aspek teknis seperti tajwid dan makharijul huruf, kini ditambah dengan penilaian adab, yang tidak diatur dalam Qanun No. 7 Tahun 2024 tentang perubahan Qanun No. 12 Tahun 2016.
"KIP Aceh menambah kriteria penilaian yang tidak sesuai aturan. Penilaian kemampuan membaca Al-Qur'an seharusnya hanya dilihat dari aspek teknis, bukan adab yang tidak memiliki dasar hukum dalam Qanun," tegasnya lagi.
Salah satu keputusan kontroversial yang juga diangkat dalam laporan tersebut adalah pembatalan penetapan status bakal calon gubernur Bustami Hamzah dan Fadhil Rahmi.
Pada awalnya, KIP Aceh menyatakan pasangan tersebut tidak memenuhi syarat (TMS), namun kemudian KIP mengubah keputusannya setelah mendapat surat dari KPU RI yang menyatakan keduanya memenuhi syarat.
Adi Laweung melihat perubahan ini sebagai bukti ketidakprofesionalan KIP dalam menyelenggarakan Pilkada.
Menurutnya, keputusan yang berubah-ubah tersebut menciptakan keresahan politik dan menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap proses pemilihan.
Ia juga menilai bahwa tindakan KIP Aceh ini lebih banyak merugikan Partai Aceh dan calon yang diusungnya, yaitu Muzakir Manaf dan Fadhlullah SE, yang merupakan pasangan nomor urut dua dalam Pilkada Aceh.
"Kami melihat ada upaya yang disengaja untuk merugikan pasangan yang diusung Partai Aceh. Ini adalah pelanggaran serius yang merusak citra demokrasi di Aceh," ujar Adi.
Tim kuasa hukum Partai Aceh, yang dipimpin oleh Fadjri, S.H., juga menegaskan bahwa laporan ini bukan hanya untuk memperjuangkan kepentingan partai, melainkan untuk mendapatkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan Pilkada. Menurutnya, Panwaslih Aceh harus bertindak tegas dan segera menindaklanjuti laporan ini.
"Kami berharap Panwaslih Aceh segera mengambil tindakan untuk mengkaji dan memutuskan rekomendasi pemberhentian komisioner KIP yang dianggap tidak profesional. Ini penting untuk menjaga kredibilitas pemilu di Aceh," jelas Fadjri.
Partai Aceh juga menuntut agar proses demokrasi di Aceh berjalan dengan jujur, adil, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Mereka berpendapat bahwa jika pelanggaran ini dibiarkan, maka akan semakin merusak kepercayaan publik terhadap proses pemilihan.
Adi Laweung menutup pernyataannya dengan memberikan peringatan bahwa Partai Aceh akan membawa kasus ini ke DKPP jika Panwaslih Aceh tidak memberikan respons yang memadai.
Langkah Partai Aceh ini menunjukkan tekad mereka untuk memastikan bahwa proses Pilkada di Aceh berjalan dengan transparan dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Masyarakat Aceh kini menunggu respons dari Panwaslih dan langkah apa yang akan diambil untuk menyelesaikan polemik ini.
"Kami akan terus memperjuangkan hak kami. Jika Panwaslih tidak bertindak, kami siap melaporkan KIP Aceh ke DKPP agar pelanggaran ini dapat diusut tuntas," tutupnya. [nh]