Peneliti PSKP Jelaskan Kenapa Gibran Tidak Diharapkan untuk Memimpin Golkar
Font: Ukuran: - +
Gibran Rakabuming Raka. Foto: net
DIALEKSIS.COM | Nasional - Peneliti dari Pusat Studi Kebijakan Publik, Usep S. Ahyar, mengungkapkan bahwa menurutnya Gibran Rakabuming Raka belum memiliki kemampuan yang memadai untuk memimpin partai sebesar Golkar.
“Saya berpendapat bahwa untuk memimpin sebuah partai sebesar Golkar, diperlukan seseorang yang memiliki pengalaman dan karakter yang kuat. Saat ini, Gibran belum terbukti memiliki kualitas tersebut. Kecuali jika kita mempertimbangkan ayahnya, maka saya akan lebih cenderung mengusulkan Jokowi,” ungkap Usep saat dihubungi di Jakarta, Jumat, 15 Maret 2024.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indo Barometer, M. Qodari, menyatakan bahwa Gibran memiliki peluang untuk menjadi ketua umum Golkar, yang akan menggelar munas pada Desember 2024. Dia berargumen bahwa Gibran akan menduduki posisi strategis sebagai wakil presiden, dan Golkar ke depan harus lebih memperhatikan generasi muda karena mayoritas pemilih berasal dari kalangan tersebut.
Namun, menurut Usep, Golkar bukanlah sekadar mengandalkan ketua umum sebagai pemimpin tunggal, tetapi memiliki banyak kader yang berkualitas dan tersebar secara merata dalam struktur organisasinya.
Dia menegaskan bahwa Golkar tidak boleh disamakan dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang saat ini dipimpin oleh adik Gibran, Kaesang Pangarep. Mekanisme organisasi Golkar telah solid dan matang, tidak mudah untuk disusupi.
Usep menilai bahwa pengalaman Gibran belum teruji dalam mengelola berbagai faksi dan kepentingan di dalam partai serta menangani dinamika internal. Dia menyatakan bahwa Gibran belum memiliki kemampuan untuk menyelesaikan atau mengurangi masalah-masalah tersebut.
“Golkar adalah organisasi besar dengan mekanisme yang sudah mapan dan matang. Dibutuhkan pemimpin yang mampu mengelola konflik. Di Golkar, kemampuan tersebut telah diuji, tetapi mekanisme partainya juga berjalan dengan baik dan selalu menyelesaikan masalah,” paparnya.
Dia menambahkan bahwa konflik internal di Golkar selalu ada, dengan banyak tokoh dan kelompok yang memiliki kepentingan sendiri. Menurutnya, tidak ada figur sentral di Golkar seperti yang ada di PDIP, Gerindra, atau Demokrat.
“Konflik tidak selalu harus dihilangkan seperti yang terjadi di partai lain yang memiliki figur sentral. Di Golkar, saya melihat bahwa konflik dikelola dengan baik dan bahkan menjadi kekuatan bagi organisasi seperti Golkar,” ungkapnya.
Menurut Usep, nama-nama politikus Golkar seperti Airlangga Hartarto, Bambang Soesatyo, Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Bahlil Lahadalia, dianggap lebih pantas untuk memimpin Golkar daripada Gibran. Bahkan, dia menilai Gibran masih berada di bawah para politikus muda Golkar lainnya seperti Maman Abdurrahman, Ahmad Doli Kurnia, Ace Hasan Syadzily, dan lainnya.
“Gibran berada di bawah mereka, baik dari segi usia maupun kematangan politik. Kemandiriannya dalam politik juga belum terlihat,” tegasnya.
Gibran sendiri menanggapi spekulasi tentang kemungkinannya menjadi Ketua Umum Partai Golkar dengan menyatakan bahwa masih ada banyak tokoh senior dan berpengalaman selain dirinya yang bisa menduduki posisi tersebut.
“Saya tidak berpikir begitu. Biarlah tokoh yang lebih senior dan berpengalaman yang memimpin,” kata Gibran saat ditemui di Balai Kota Solo, Jawa Tengah, Rabu siang, 13 Maret 2024.
Lebih lanjut, Gibran menyatakan bahwa meskipun Golkar adalah salah satu partai pendukungnya dalam Pilpres 2024, dia tidak memiliki rencana untuk menjadi kader Golkar.
“Saya belum memikirkan untuk pindah partai politik. Saat ini, fokus kami masih pada pekerjaan di Solo. Tentang posisi ketua umum, biarlah para senior yang menentukan,” tambahnya. [ Tempo]