Pengunduran Diri Airlangga, Ujian Berat bagi Golkar
Font: Ukuran: - +
Reporter : Ratnalia
Pengamat politik dari Universitas Esa Unggul, Dr. Iswadi, M.Pd. Foto: for Dialeksis.com
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kabar pengunduran diri Airlangga Hartarto dari jabatan Ketua Umum Partai Golkar telah mengguncang panggung politik Indonesia. Menurut pengamat politik dari Universitas Esa Unggul, Dr. Iswadi, M.Pd., peristiwa ini menjadi ujian berat bagi partai beringin yang telah berdiri sejak 1964 tersebut.
"Sebagai salah satu partai politik tertua dan terbesar di Indonesia, Golkar kini harus menghadapi tantangan untuk tetap solid dan relevan di tengah dinamika politik yang semakin kompleks," ujar Iswadi kepada Dialeksis.com, Senin (12/8/2024).
Airlangga Hartarto, yang dikenal sebagai sosok teknokrat handal dan politisi berpengalaman, telah memimpin Golkar sejak 2017. Di bawah kepemimpinannya, Golkar berhasil menjaga stabilitas internal partai setelah beberapa periode bergejolak.
"Airlangga mampu merangkul berbagai faksi di dalam partai, menjaga keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang beragam," tambah Iswadi.
Namun, pengunduran dirinya yang tiba-tiba menimbulkan banyak pertanyaan tentang masa depan partai ini. Menurut Iswadi, Golkar harus segera menemukan pengganti yang mampu menjaga kesinambungan kepemimpinan.
"Di sisi lain, Golkar juga harus memastikan bahwa proses pergantian ini tidak memicu konflik internal yang dapat melemahkan posisi partai di mata publik," katanya.
Iswadi menilai, meskipun mengejutkan, pengunduran diri ini juga dapat dilihat sebagai kesempatan bagi Golkar untuk melakukan refleksi dan reorientasi.
"Tantangan ke depan adalah bagaimana Golkar bisa memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat struktur internal dan merumuskan strategi yang lebih jelas dalam menghadapi pemilihan umum mendatang," jelasnya.
Dalam jangka pendek, langkah pertama yang harus dilakukan Golkar adalah menunjuk Plt untuk mempersiapkan penyelenggaraan musyawarah nasional (munas) pada Desember 2024 guna memilih ketua umum baru. Proses ini harus dilakukan secara transparan dan demokratis untuk menghindari potensi perpecahan.
Untuk jangka panjang, Iswadi menekankan bahwa Golkar harus lebih adaptif terhadap perubahan zaman. "Partai ini perlu lebih responsif terhadap aspirasi generasi muda dan isu-isu kontemporer seperti lingkungan, digitalisasi, dan kesetaraan," ujarnya.
Meski pengunduran diri Airlangga Hartarto menjadi ujian berat, Iswadi meyakini Golkar memiliki modal yang cukup untuk melewati ujian ini. "Dengan kepemimpinan yang solid, strategi yang jelas, dan dukungan kader yang loyal, Golkar dapat terus berperan penting dalam percaturan politik Indonesia," pungkasnya.