Pentingnya Perempuan Aceh Terjun ke Dunia Politik untuk Perjuangkan Haknya
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati. Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com.
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Diskursus mengenai kepemimpinan perempuan dalam politik dan masyarakat di Aceh kian mengemuka, terutama saat banyak tokoh dan aktivis mendorong keterlibatan perempuan dalam posisi strategis.
Menurut Direktur Eksekutif Flower Aceh, Riswati, kepemimpinan perempuan memiliki banyak ragam bentuk dan model yang terus berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
“Kalau bicara kepemimpinan perempuan itu sebenarnya sangat luas dan beragam. Di komunitas Akar rumput, misalnya, ada perempuan yang berperan sebagai tokoh Tuha peut atau Geusyik. Itu juga bentuk kepemimpinan perempuan,” ungkap Riswati kepada Dialeksis.com, Minggu, 3 November 2024.
Ia menjelaskan bahwa peran-peran tersebut adalah manifestasi dari bagaimana perempuan terlibat dalam melayani masyarakat.
Kepemimpinan, menurutnya, bukan hanya soal kedudukan formal, tetapi bagaimana individu mampu melayani dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Riswati menekankan bahwa pengalaman hidup perempuan memberikan mereka kapasitas khusus untuk melayani masyarakat dengan perspektif yang unik.
"Perempuan memiliki pengalaman dan kapasitas yang berbeda dari laki-laki, dan ini sangat dibutuhkan dalam proses pengambilan keputusan. Kepemimpinan perempuan tidak hanya berbicara soal pengaruh, tetapi lebih kepada komitmen dalam memberikan pelayanan terbaik bagi rakyat," ujarnya.
Lebih lanjut, Riswati menjelaskan pentingnya keterlibatan perempuan dalam dunia politik, terutama untuk memastikan bahwa pengalaman, harapan, dan kebutuhan perempuan dapat diakomodir.
"Perempuan perlu hadir dalam politik agar pengalaman hidup dan kebutuhan mereka yang spesifik dapat terwakili secara langsung. Ada hal-hal yang tidak bisa diwakili oleh laki-laki, dan itu penting untuk diakomodir dalam kebijakan publik,” tambahnya.
Menurut Riswati, banyak aspek dalam kehidupan perempuan yang hanya bisa dipahami dan diadvokasi oleh perempuan itu sendiri.
Dalam pandangannya, partisipasi perempuan dalam politik dan pengambilan keputusan adalah upaya untuk mengatasi masalah-masalah yang selama ini belum cukup mendapat perhatian dari pemangku kebijakan.
“Kita sering melihat bahwa masalah perempuan, seperti kesehatan reproduksi, perlindungan anak, dan kekerasan dalam rumah tangga, kadang-kadang tidak menjadi prioritas dalam kebijakan publik. Kehadiran perempuan di politik menjadi penting untuk memastikan isu-isu ini dibahas dan ditangani dengan serius,” tegas Riswati.
Dalam wawancaranya, Riswati juga mengungkapkan bahwa ia telah mengembangkan konsep yang disebutnya sebagai 27 Argumentasi Perempuan dalam Politik.
Konsep ini bertujuan untuk memberikan panduan dan dasar pemikiran bagi perempuan yang ingin terjun ke dunia politik.
"Dalam konsep ini, saya menyoroti bagaimana perempuan membawa perspektif berbeda yang sangat dibutuhkan dalam politik. Ini juga menyangkut bagaimana mereka bisa membangun daya tawar yang kuat dalam negosiasi dan pengambilan keputusan," jelas Riswati.
Ia berharap bahwa konsep ini bisa menjadi panduan bagi perempuan yang ingin berkiprah di politik dengan tujuan yang lebih jelas dan terarah.
Argumentasi tersebut, menurutnya, mencakup berbagai aspek mulai dari kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, hingga isu-isu spesifik yang sering kali luput dalam pembahasan kebijakan.
"Argumentasi ini memberikan dorongan bagi perempuan untuk percaya diri dalam mengambil peran di ranah publik dan politik. Kita butuh lebih banyak perempuan yang berani berbicara dan mengambil keputusan,” tambahnya.
Namun, Riswati tidak menutup mata terhadap berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh perempuan yang terjun ke dunia politik, terutama di Aceh yang memiliki karakteristik budaya dan sosial yang kuat.
Menurutnya, masih banyak stigma dan hambatan sosial yang membuat perempuan merasa kurang percaya diri atau ragu untuk maju.
“Kita perlu mematahkan stigma bahwa perempuan tidak cocok berada di dunia politik atau bahwa mereka kurang mampu dalam pengambilan keputusan strategis. Perempuan punya banyak kelebihan dan kemampuan yang bisa membawa perubahan positif dalam pemerintahan dan masyarakat,” katanya.
Riswati berharap bahwa dengan adanya dukungan dari masyarakat, perempuan akan semakin terpacu untuk ikut dalam politik, bukan hanya sebagai penonton, tetapi sebagai pengambil keputusan.
Riswati menegaskan pentingnya melihat perempuan bukan hanya sebagai pelengkap, melainkan sebagai agen perubahan.
Ia optimis bahwa dengan pendidikan politik dan pemberdayaan yang tepat, perempuan Aceh dapat menjadi pilar dalam pembangunan daerah dan penentu kebijakan yang berpihak kepada masyarakat luas, khususnya kaum perempuan dan anak-anak.
"Kita perlu lebih banyak perempuan yang berani, yang mau menjadi bagian dari perubahan. Kepemimpinan perempuan bisa menjadi kunci untuk menciptakan kebijakan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Saya berharap dengan dorongan dan dukungan yang lebih besar, perempuan Aceh dapat lebih aktif dalam berbagai forum strategis, baik di tingkat lokal maupun nasional," tutup Riswati.