DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Pusat Studi Pemuda Aceh (PUSDA) menilai permintaan pemungutan suara ulang (PSU) yang diajukan tim pasangan calon gubernur nomor urut 01 tidak berdasar. Ketua PUSDA, Heri Safrijal SP, menegaskan bahwa permintaan tersebut hanya dilayangkan di wilayah-wilayah tempat mereka kalah dan berpotensi merusak proses demokrasi.
"Jika ada dugaan ketidakadilan, seharusnya diprotes di tingkat tempat pemungutan suara (TPS) melalui saksi, bukan setelah penghitungan suara kecamatan selesai," kata Heri, yang sebelumnya menjabat Sekretaris Jenderal BEM Universitas Syiah Kuala, Minggu (1/12).
Menurut mantan aktivis kampus ini, saksi TPS telah menandatangani berita acara hasil pemilihan. Sementara saksi kecamatan baru menolak menandatangani setelah mendapat instruksi dari tim provinsi pasangan nomor 01.
Upaya Merusak Tahapan Pilkada
Heri menilai tindakan tim pasangan 01 sebagai bentuk boikot yang dapat memicu instabilitas. "Sikap tidak menerima hasil pemilu yang merupakan kehendak mayoritas rakyat Aceh ini berpotensi dianggap sebagai langkah makar," tegasnya.
PUSDA bahkan menyoroti ironi permintaan PSU tersebut. Menurutnya, jika logika yang sama digunakan, pasangan Mualem-Dek Fadh sebenarnya bisa meminta pemilihan ulang di sejumlah wilayah seperti Bireuen, Aceh Besar, Banda Aceh, Pidie, dan Pidie Jaya.
Apresiasi untuk Demokrasi
Heri mengapresiasi sikap sejumlah partai pendukung pasangan 01 yang telah mengakui kemenangan Mualem-Dek Fadh, termasuk Ketua Partai NasDem dan PAN Aceh. Bahkan Ilham Pangestu, anggota DPR RI dari Fraksi Golkar, turut memberikan selamat.
"Kami menghormati proses demokrasi meskipun hasilnya tidak sepenuhnya sesuai harapan. Ini adalah bentuk penghargaan terhadap pilihan rakyat," ujarnya.
Heri berharap semua pihak dapat menerima hasil Pilkada dengan lapang dada. "Mari kita hormati keputusan mayoritas rakyat Aceh dan dukung pemimpin terpilih untuk memajukan daerah ini," pungkasnya.