Rekrutmen Penyelenggara Adhoc Diduga Bermasalah, KIP dan Panwaslih Aceh Timur Diperiksa DKPP
Font: Ukuran: - +
DKPP menggelar sidang virtual pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu KIP dan Panwaslih Aceh Timur, Jumat (31/3/2023). [Foto: Humas DKPP]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang virtual pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) perkara nomor 44-PKE-DKPP/III/2023 dan 49-PKE-DKPP/III/2023, Jumat (31/3/2023).
Perkara nomor 44-PKE-DKPP/III/2023 diadukan oleh Muzakkir. Ia mengadukan Sofyan, Yusri, Faisal, Eni Yuliana, Nurmi selaku Ketua dan Anggota KIP Kabupaten Aceh Timur.
Perkara nomor 49-PKE-DKPP/III/2023 diadukan Abd. Hadi Abidin, Ananda Ardila Putri, dan Hamdani yang memberikan kuasa kepada Auzir Fahlevi. Selain mengadukan Ketua dan Anggota KIP Kabupaten Aceh Timur, diadukan juga Sunanda, Taufik Amril Sitompul dan Ruwaida Alga (Sekretaris, Kasubbag Hukum dan SDM dan Admin Media Sosial KIP Kabupaten Aceh Timur).
Selain itu, para Teradu juga mengadukan Maimun, Musliadi, Iskandar A. Gani, Saifullah, Rita Fahria (masing-masing sebagai Ketua dan Anggota Panwaslih Kabupaten Aceh Timur).
“KIP Aceh Timur mengabaikan keterwakilan 30% perempuan dalam rekrutmen PPS maupun PPK, serta berpihak pada kelompok tertentu seperti perangkat desa atau ASN sehingga menimbulkan rangkap jabatan,” ungkap Auzir Fahlevi.
KIP Aceh Timur juga sengaja tidak mempublikasikan hasil tes rekrutmen PPK atau PPS kepada peserta maupun masyarakat. Hal ini menimbulkan keresahan masyarakat terkait adanya pungutan uang untuk meluluskan peserta sebagai PPK atau PPS terpilih.
“Keresahan masyarakat ini menimbulkan distrust atau ketidakpercayaan masyarakat terhadap penyelenggara di Aceh Timur,” tegasnya.
Menurut Auzir, Panwaslih Aceh Timur disebut Auzir telah lalai dalam melakukan pengawasan dan pendampingan kepada KIP Aceh Timur saat perekrutan PPK dan PPS.
Muzakkir (Pengadu perkara 44-PKE-DKPP/III/2023) menyebut para Teradu tidak memahami dan berpedoman peraturan teknis terkait pembentukan badan adhoc untuk rekrutmen PPK dan PPS di Kabupaten Aceh Timur.
Muzakir mencontohkan para Teradu menerbitkan pengumuman terkait sembilan orang calon anggota PPS untuk mengikuti tes wawancara, padahal di Aceh Timur terdapat 512 desa. Untuk wawancara calon anggota PPS, para Teradu hanya menugaskan satu anggota PPK untuk mewawancarainya.
KIP Aceh Timur, disebut Muzakkir, telah bertemu dengan salah satu pimpinan partai politik lokal Aceh Timur. Pertemuan tersebut diduga untuk membicarakan simpatisan partai lokal itu lulus sebagai anggota PPK atau PPS.
“Sebagai kompensasinya, para Teradu akan dipilih dan menjabat kembali sebagai Anggota KIP Aceh Timur untuk periode 2023 - 2028,” pungkas Muzakkir.
Sidang pemeriksaan ini dipimpin oleh I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi selaku Ketua Majelis. Bertindak sebagai Anggota Majelis adalah Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Aceh yakni Agusni (Unsur KIP) dan Fahrul Rizha Yusuf (Unsur Panwaslih).
KIP dan Panwaslih Aceh Timur Membantah
Para Teradu membantah seluruh dalil aduan yang disampaikan Pengadu sidang pemeriksaan. Menurutnya, dalam rekrutmen seleksi PPK dan PPS se_Kabupaten Aceh Timur berpegang pada Peraturan KPU Nomor 534 Tahun 2022 tentang pedoman teknis pembentukan badan adhoc.
“Kami telah melaksanakan Peraturan KPU Nomor 534 Tahun 2022, penyelenggara adhoc yang kami rekrut jumlahnya tiga kali jumlah PKK. Kemudian PPS untuk 513 desa sebanyak 1.539 orang untuk menyukseskan Pemilu tahun 2024,” tegas Sofyan.
Sofyan menegaskan keberatan dengan pernyataan Pengadu yang menyebutkan adanya pertemuan dengan pimpinan salah satu partai politik lokal yang membahas rekrutmen PPK dan PPS di Aceh Timur.
Bukti berupa rekaman audio yang disampaikan Pengadu dalam sidang pemeriksaan, kata Sofyan, diambil oleh wartawan di ruang kerjanya. Kondisi saat itu, Sofyan dan Yusri dalam kondisi didesak oleh media untuk menjawab pertanyaan.
“Ini adalah penggiringan opini, justru sebenarnya tidak pernah terjadi pertemuan dengan pimpinan partai politik lokal seperti yang disebut Pengadu,” katanya.
Menjawab dalil aduan perkara 49-PKE-DKPP/II/2023, Sofyan mengatakan minat perempuan untuk menjadi penyelenggara di Aceh Timur masih minim. Hal itu bisa dilihat dari jumlah pelamar PPK sebanyak 1.426 orang (590 di antaranya adalah perempuan).
Untuk PPS, jumlah pelamar perempuan sebanyak 4.192 orang dari total 7.383 orang. Sedangkan jumlah PPS terpilih didomonasi oleh perempuan sebanyak 850 orang dan 689 pria untuk 513 desa di Aceh Timur.
“Tidak benar kami mengabaikan keterwakilan perempuan,” lanjutnya.
Ia juga membantah jika KIP Aceh Timur sengaja membiarkan PPK dan PPS terpilih rangkap jabatan. Pengadu dinilai tidak memahami definisi rangkap jabatan. “Rangkap jabatan itu kalau menerima gaji ganda dan berpotensi merugikan keuangan negara,” pungkasnya.
Sementara itu, Panwaslih Aceh Timur menegaskan telah maksimal dalam melakukan pengawasan dan pendampingan dalam rekrutmen PPK dan PPS di Aceh Timur. Panwaslih menemukan beberapa pelamar PPK maupun PPS berstatus PNS.
Maimun mengatakan ada sejumlah upaya preventif yang dilakukan oleh Panwaslih Aceh Timur. Antara lain bersurat kepada KIP Aceh Timur, Kecamatan, hingga desa/kelurahan terkait temuan tersebut
“Panwaslih Aceh Timur pada seluruh tahapan rekrutmen melakukan pendampingan, kemudian memproses sejumlah laporan yang masuk ke kami,” pungkasnya. [HD]
- Nasir Djamil: Kasus Rafael Senyap, Dinilai Publik Ada Orang Berpengaruh
- Bawaslu Harap Identifikasi Risiko Tahapan Pencalonan Segera Rampung
- Caleg dan Ketua Parpol Manfaatkan Safari Ramadan untuk Politik, Ini Kata Panwaslih Bireuen
- Akademisi Sebut Perlu Aturan Turunan Hukum agar Kewenangan dalam UUPA Terimplementasi