Beranda / Politik dan Hukum / Ridwansyah: Pemerintah Pusat Keliru Tunda Pelantikan Gubernur Aceh

Ridwansyah: Pemerintah Pusat Keliru Tunda Pelantikan Gubernur Aceh

Sabtu, 04 Januari 2025 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Muhammad Ridwansyah, Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Sains Cut Nyak. Foto: for Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Muhammad Ridwansyah, Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Sains Cut Nyak, menyoroti isu penundaan pelantikan Mualem dan Dek Fadh sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh terpilih. 

Dalam keterangannya diterima Dialeksis.com (03/01/2024), Ridwansyah menegaskan bahwa langkah pemerintah pusat untuk menunda pelantikan ini adalah bentuk pelanggaran terhadap kekhususan dan keistimewaan Aceh yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).

“Keliru besar jika pemerintah pusat mencoba mengangkangi keistimewaan Aceh. Pasal 69 UUPA sudah jelas mengatur mekanisme pengesahan dan pelantikan kepala daerah Aceh,” ujar Ridwansyah kepada Dialeksis.com.

Ia merinci tiga poin yang diatur dalam Pasal 69 UUPA, yaitu:

  1. Penyerahan hasil pemilihan oleh KIP Aceh kepada DPRA untuk diteruskan kepada Presiden.
  2. Pengesahan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih oleh Presiden.
  3. Pelantikan dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden di hadapan Ketua Mahkamah Syar’iyyah Aceh dalam rapat paripurna DPRA.

Masih menurut penjelasan  Ridwansyah, tidak ada alasan hukum untuk menunda pelantikan tersebut. “Secara teori, kekosongan jabatan, bahkan semenit sekalipun, tidak diperbolehkan, apalagi sampai sebulan. Hal ini berpotensi mengganggu tata kelola pemerintahan Aceh,” katanya.

Hal lain Ridwansyah juga menyoroti Pasal 23A Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2024 tentang Tata Cara Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur. Ia menegaskan bahwa Perpres ini berlaku bagi daerah dengan status khusus atau istimewa, kecuali jika diatur secara berbeda dalam undang-undang khusus seperti UUPA.

“Kedudukan UUPA lebih tinggi daripada Perpres. Karena itu, Ketua DPRA seharusnya segera menyurati pemerintah pusat untuk mempercepat proses pelantikan gubernur dan wakil gubernur terpilih,” katanya.

Sosok intelektual sederhana ini juga meminta Komisi II DPR RI dan Kementerian Dalam Negeri memahami kekhususan Aceh. “Aceh sudah cukup bersabar dengan menghormati kebijakan pilkada serentak sejak 2022. Kini, rakyat Aceh berhak melihat pemimpin definitifnya dilantik sesegera mungkin,” tegasnya.

Diakhir komentarnya  Ridwansyah mengingatkan agar pemerintah pusat tidak menyamakan mekanisme pelantikan kepala daerah Aceh dengan daerah lain. “Pelantikan serentak adalah domain UU Pilkada, sedangkan pelantikan kepala daerah Aceh adalah domain UUPA,” tutupnya.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI