Rizkika Lhena: Visi dan Misi Kandidat Gubernur Bukan Sebatas di Dokumen
Font: Ukuran: - +
Reporter : Arn
Rizkika Lhena Darwin, S.IP., M.A., Dosen FISIP UIN Ar-Raniry. Foto: for Dialeksis.com
DIALEKSIS.COM | Aceh - Menjelang pemilihan gubernur Aceh, isu pemberdayaan perempuan kembali mencuat ke permukaan. Para pemerhati gender mendesak agar calon pemimpin daerah tidak sekadar menjadikan isu ini sebagai jargon kampanye, melainkan komitmen nyata yang terealisasi dalam kebijakan.
Rizkika Lhena Darwin, S.IP., M.A., Dosen FISIP UIN Ar-Raniry, menyuarakan harapan masyarakat Aceh terhadap figur gubernur mendatang.
"Diharapkan siapa pun gubernur ke depan harus menjadikan kebijakan pro kepada pemberdayaan dan pengembangan perempuan Aceh, bukan hanya sebatas di visi dan misi maupun program yang diajukan," ujar Rizkika kepada Dialeksis, Kamis (17/10).
Akademisi yang fokus pada isu gender ini menekankan pentingnya konsistensi antara janji kampanye dan implementasi kebijakan.
"Jangan sampai faktanya tidak berjalan ketika sudah terpilih dan menjadi gubernur Aceh mendatang," tegasnya.
Lebih lanjut, Kika sapaan akrab menjelaskan bahwa pendekatan gender mainstreaming harus menjadi landasan dalam setiap program pemerintahan.
"Semua program harus memiliki perspektif gender mainstreaming sehingga keberpihakan terhadap hak-hak perempuan nyata dirasakan perempuan Aceh," paparnya.
Ia menyoroti kecenderungan para calon pemimpin yang kerap menggunakan isu perempuan sebagai alat kampanye tanpa realisasi yang memadai. "Intinya, jangan sebatas jargon di visi misi maupun program, namun kosong pada saat di eksekusi nantinya," tambah Rizkika.
Pandangan Rizkika mendapat dukungan dari berbagai kalangan aktivis perempuan di Aceh. Mereka menilai bahwa pemberdayaan perempuan harus menjadi prioritas dalam pembangunan daerah, mengingat peran vital perempuan dalam masyarakat Aceh.
“Harus fokus dan berkomitmen di jalankan bukan sebatas di dokumen saja,”tegasnya.
Untuk itu Rizkika mengingatkan bahwa masyarakat Aceh harus kritis dalam menilai program-program yang ditawarkan para calon. "Pemilih harus cermat membedakan antara janji kosong dan komitmen yang dapat dipertanggungjawabkan," ujarnya.
Terlepas dari pro dan kontra, suara Rizkika menjadi pengingat penting bagi para calon pemimpin Aceh.
“Dalam perjalanan demokrasi yang masih bergulir, Aceh membutuhkan kebijakan yang tidak hanya sensitif gender, tetapi juga membawa dampak nyata bagi kehidupan perempuan di seluruh pelosok provinsi,” pungkasnya.