Sabtu, 11 Oktober 2025
Beranda / Politik dan Hukum / RUU Eksekusi Mati Disiapkan, Wamenkum: Terpidana Berhak Diperlakukan Manusiawi

RUU Eksekusi Mati Disiapkan, Wamenkum: Terpidana Berhak Diperlakukan Manusiawi

Sabtu, 11 Oktober 2025 13:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Indri

Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej menegaskan, RUU ini bertujuan memberikan kepastian hukum serta jaminan perlindungan terhadap hak-hak terpidana mati. [Foto: dok. Kemenkum]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kementerian Hukum (Kemenkum) tengah merumuskan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati. 

RUU ini disiapkan untuk menggantikan Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 2 Tahun 1964 dan menyesuaikan dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia yang diakui dalam konstitusi Indonesia.

Wakil Menteri Hukum, Edward Omar Sharif Hiariej menegaskan, aturan baru ini bertujuan memberikan kepastian hukum serta jaminan perlindungan terhadap hak-hak terpidana mati.

“RUU ini bertujuan memberikan jaminan pelindungan bagi terpidana mati berdasarkan prinsip hak asasi manusia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945,” ujar Eddy dalam keterangan resmi yang diterima pada Sabtu (11/10/2025).

Eddy mengungkapkan, RUU ini telah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2025, sebagaimana ditetapkan melalui Keputusan DPR RI Nomor 23/DPR RI/I/2025-2026.

“Artinya setelah kita mendapatkan paraf dari kementerian dan lembaga terkait, RUU ini akan segera kita ajukan ke Presiden bersama dengan RUU Penyesuaian Pidana,” jelasnya.

Hak Terpidana Mati Diatur Lebih Jelas

Berbeda dengan Penpres 2/1964 yang bersifat administratif dan minim aspek hak asasi, RUU yang baru akan mengatur secara rinci hak, kewajiban, serta kondisi pelaksanaan pidana mati. Hal ini termasuk masa tunggu, kondisi kesehatan, hingga metode eksekusi.

Menurut Eddy, hak-hak terpidana mati akan diatur dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.

“Terpidana berhak mendapatkan hunian yang layak, tidak dibelenggu secara berlebihan, menjalin komunikasi dengan keluarga, bahkan dapat mengajukan permintaan terkait tempat pelaksanaan dan tata cara penguburannya,” tegas Eddy.

Syarat Eksekusi dan Opsi Metode Baru

RUU ini juga menetapkan syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi sebelum eksekusi dilakukan. Misalnya, terpidana telah menjalani masa tunggu dan masa percobaan, tidak menunjukkan itikad baik untuk berubah, serta grasinya telah ditolak.

“Eksekusi hanya dilakukan jika terpidana dalam kondisi sehat secara jasmani dan rohani, dan grasinya telah ditolak,” ujar Eddy.

Menariknya, RUU ini membuka diskusi soal kemungkinan adanya pilihan metode eksekusi selain tembak mati, seperti suntik mati (injeksi) atau kursi listrik.

“Mungkin bisa kita diskusikan secara ilmiah, mana metode yang paling cepat mendatangkan kematian--tembak mati, injeksi, atau kursi listrik. Bahkan muncul wacana, kenapa tidak diberikan pilihan kepada terpidana,” kata Eddy.

Pemerintah berharap RUU ini dapat menjadi bagian dari reformasi hukum pidana di Indonesia yang lebih berkeadilan, transparan, dan menghormati martabat manusia, bahkan dalam konteks hukuman paling berat sekalipun.

“Kita sedang bergerak menuju sistem hukum yang berkeadaban. Pelaksanaan pidana mati pun harus dijalankan dengan cara yang bermartabat,” pungkas Eddy. [in]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
bank aceh