DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Penahanan Syifak Muhammad Yus oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Aceh dalam kasus dugaan korupsi pengadaan wastafel cuci tangan senilai Rp7,2 miliar mendapat sorotan dari aktivis antikorupsi.
Kepala Sekolah Anti Korupsi Aceh (SAKA), Mahmuddin, mengatakan bahwa langkah hukum tersebut tidak boleh berhenti pada level pelaksana teknis semata.
Menurutnya, publik menunggu keberanian aparat penegak hukum untuk membongkar siapa aktor intelektual yang sesungguhnya berada di balik proyek miliaran rupiah itu.
“Mustahil proyek miliaran rupiah berjalan tanpa restu aktor besar. Publik menunggu siapa otak intelektualnya. Polda Aceh harus berani mengungkap siapa yang mengatur lahirnya anggaran, siapa yang mengendalikan proyek, dan siapa yang diduga mendapat keuntungan terbesar dari kasus ini,” kata Mahmuddin kepada wartawan dialeksis.com, di Banda Aceh, Kamis (11/9/2025).
Ia mendesak Kapolda Aceh untuk menelusuri lebih jauh sejak awal proses penganggaran, termasuk potensi adanya intervensi politik dalam proyek pengadaan wastafel tersebut.
“Kalau hanya berhenti pada operator lapangan, artinya Polda Aceh tidak serius. Pertanyaan utama adalah siapa yang melahirkan anggaran dan mengatur jalannya proyek? Itu yang harus dijawab,” ujarnya.
Mahmuddin juga menekankan pentingnya transparansi dalam penegakan hukum agar kepercayaan publik terhadap aparat tidak runtuh. Ia memperingatkan, jangan sampai muncul kesan kasus ini sengaja dipangkas demi melindungi pihak tertentu.
“Jangan ada kesan kasus ini dipangkas hanya untuk melindungi pihak tertentu. Saya tegaskan, tidak boleh ada aktor kebal hukum di Aceh,” tegasnya.
Diketahui, Syifak Muhammad Yus ditahan usai menjalani pemeriksaan maraton dengan 64 pertanyaan di Mapolda Aceh pada Rabu, 10 September 2025. Ia akan menjalani masa penahanan awal selama 20 hari di Rutan Polda Aceh.
Kasus pengadaan wastafel cuci tangan ini mencuat sejak awal 2024 lalu, ketika publik mempertanyakan adanya dugaan mark-up harga dan penyimpangan prosedur. Badan pemeriksa menemukan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp7,2 miliar. [nh]