Jum`at, 26 September 2025
Beranda / Politik dan Hukum / Setoran Gelap Rp 360 Miliar, MaTA Desak DPRA Laporkan Tambang Ilegal ke Presiden

Setoran Gelap Rp 360 Miliar, MaTA Desak DPRA Laporkan Tambang Ilegal ke Presiden

Jum`at, 26 September 2025 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian. Dokumen untuk dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, menilai temuan Panitia Khusus (Pansus) Mineral dan Batubara serta Minyak dan Gas merupakan potret nyata dari kebocoran besar keuangan negara yang sudah lama dibiarkan.

“Kalau temuan ini hanya diumumkan dalam paripurna tanpa langkah hukum lanjut, maka substansi persoalan tidak akan pernah selesai. Oknum-oknum negara yang selama ini menerima setoran tetap akan merasa aman,” kata Alfian kepada wartawan di Banda Aceh, Kamis (25/9/2025).

Sebelumnya, Panitia Khusus (Pansus) Mineral dan Batubara serta Minyak dan Gas mengungkap adanya praktik setoran gelap yang melibatkan ribuan alat berat tambang ilegal di berbagai kabupaten di Aceh di ruang rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Kamis (25/9/2025). 

Pansus menyebut terdapat sedikitnya 450 titik tambang ilegal yang beroperasi. Dari lokasi itu, sekitar 1.000 unit excavator bekerja secara aktif. Ironisnya, setiap unit diwajibkan menyetor Rp 30 juta per bulan kepada oknum penegak hukum. Jika ditotal, praktik setoran ilegal ini menghasilkan sedikitnya Rp 360 miliar per tahun.

Alfian menegaskan, Pansus DPR Aceh tidak boleh berhenti pada sekadar laporan di tingkat daerah. Ia mendesak agar hasil temuan tersebut dilaporkan secara khusus kepada pemerintah pusat, termasuk kepada Presiden Prabowo Subianto. 

“Presiden saat ini sedang fokus membersihkan aparat negara yang terlibat dalam tambang ilegal. Kalau DPR Aceh berani menyampaikan laporan resmi ke Presiden, ini akan jadi momentum besar untuk menghentikan praktik busuk yang sudah bertahun-tahun terjadi di Aceh,” tegasnya.

Selain itu, ia juga mendorong agar laporan disampaikan ke DPR RI, khususnya Komisi III, sehingga ada dukungan politik nasional untuk menyelesaikan kasus tambang ilegal di Aceh.

Menurut Alfian, praktik setoran gelap yang terjadi di tambang ilegal bukan hanya merugikan lingkungan dan masyarakat, tetapi juga mengakibatkan kerugian ekonomi negara dalam jumlah fantastis.

“Negara kehilangan potensi pendapatan yang sangat besar dari pajak, retribusi, dan royalti. Uang yang seharusnya masuk ke kas negara justru masuk ke kantong-kantong pribadi oknum aparat. Ini jelas bentuk pengkhianatan terhadap rakyat,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan, bila praktik pungutan liar ini tidak segera dihentikan, maka upaya pemerintah untuk melegalkan tambang rakyat melalui izin resmi hanya akan melahirkan persoalan baru.

“Ketika tambang rakyat nanti dilegalkan, potensi pungli tetap terbuka jika aparatnya tidak ditertibkan. Jadi, sebelum bicara legalisasi tambang rakyat, negara wajib lebih dulu menertibkan oknum-oknum aparat yang bermain,” kata Alfian.

MaTA menekankan, temuan Pansus DPR Aceh ini harus menjadi pintu masuk untuk perubahan besar. Ia berharap DPRA benar-benar serius, tidak berhenti pada seremonial paripurna.

“DPR Aceh punya tanggung jawab moral untuk membawa persoalan ini ke tingkat nasional. Karena kalau hanya diumumkan di rapat paripurna, itu tidak lebih dari formalitas. Kita ingin ada langkah konkret baik dalam bentuk rekomendasi resmi kepada Presiden maupun laporan ke penegak hukum pusat,” pungkas Alfian.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
bpka - maulid