DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi belanja rutin tagihan listrik Penerangan Jalan Umum (JPU) Dinas Lingkungan Hidup Kota Langsa tahun 2019 hingga 2022 yang menjerat satu orang terdakwa atas nama Mustafa kembali bergulir di Pengadilan Tipikor Pada Pengadilan Negeri Banda Aceh.
Persidangan yang berlangsung pada hari Kamis dan Jumat (24-25/4/2025) mengagendakan pemeriksaan saksi-saksi dari beberapa pihak terkait, baik dari pihak PLN, Plt Kadis DLHK Kota Langsa, Kuasa BUD Kota Langsa dan juga dari unsur perusuahaan selaku pihak ketiga penyedia saldo token Listrik PLN.
Dalam persidangan tersebut terungkap berbagai fakta terkait proses pengalokasian dan belanja token Listrik PJU Kota Langsa dari tahun 2019 sampai tahun 2022.
Salah satu fakta yang terungkap adalah bahwa pihak Polres Kota Langsa juga merupakan salah satu pihak yang menerima manfaat dari penyediaan instalasi dan daya listrik dari pihak Dinas DLHK Kota Langsa. Khususnya kebutuhan instalasi dan daya listrik untuk mendirikan posko-posko pada saat agenda operasi lalu lintas dalam rangka mudik natal & tahun baru (Nataru) serta operasi lalu lintas dalam rangka mudik Hari Raya Idul Fitri & Idul Adha. Padahal anggaran untuk kegiatan itu secara reguler tidak tersedia di DLHK Kota Langsa.
Fakta tersebut terungkap saat PLT Kadis DLHK Kota Langsa, Saifuddin Zuhri diminta konfirmasi oleh salah seorang penasihat hukum terdakwa, Kasibun Daulay. Kasibun Daulay mempertanyakan apakah pembiayaan listrik Penerangan Jalan Umum (PJU) adalah hanya khusus lampu-lampu jalan saja, atau ada juga pembiayaan lain seperti untuk pembiayaan instalasi dan daya listrik pada posko-posko oporasi lalu lintas dalam wilayah operasi Polres Kota Langsa.
Kemudian saksi Saifuddin membenarkan bahwa memang ada pembiayaan-pembiayan tambahan juga untuk listrik PJU tersebut termasuk untuk posko-posko mudik yang didirikan Polres Langsa. Dan dirinya mengiayakan bahwa memang daya dan instalasi listrik posko-posko operasi lalu lintas Polres Langsa pada saat musim mudik itu juga di biayai oleh pihak Dinas DLHK.
Selanjutnya Penasihat Hukum terdakwa menanyakan apakah dalam DIPA Dinas DLHK Kota Langsa setiap tahunnya ada anggaran untuk membiayai daya listrik dan instalasi posko-posko Polri tersebut.
Saksi Saifuddin menjawab bahwa tidak ada anggaran yang reguler dan resmi untuk pembiayaan tersebut. "Karena memang fokus kegiatan penanganan listrik kami di DLHK adalah terkait listrik PJU saja," ucapnya.
Kemudian saksi lainnya yaitu Eliana selalu kuasa BUD Kota Langsa menyebutkan bahwa sejak dirinya menjabat yaitu dari tahun 2015, tidak pernah ada persoalan keuangan terkait token listrik PJU di Kota Langsa, sehingga dirinya tidak paham kenapa saat ini dianggap bermasalah.
Kemudian ia juga menyebutkan bahwa dirinya tidak pernah berurusan langsung dengan Terdakwa Mustafa selaku Kabid di Dinas DLHK Kota Langsa. Karena Mustafa selaku Kabid tidak punya kewenangan terkait administrasi pencairan uang untuk biaya token listrik. Sehingga saksi juga menybutkan bahwa ia tidak pernah juga mengirimkan uang kepada Terdakwa.
"Saya tidak pernah berurusan dengan Terdakwa. Terdakwa juga tidak ada menandatangani dokumen-dokumen pencairan yang kemudian saya verifikasi. Karena biasanya dokumen syarat pencairan uang itu kalau di dinas ditandatangani oleh Pengguna Anggaran/Kadis, oleh PPK dan juga oleh PPTK kalau memang ada, jadi Kabid tidak ada kewenangan disitu," ungkap saksi Eliana.
Penasihat Hukum Terdakwa Mustafa lainnya, Faisal Qasim SH MH menyebutkan bahwa dengan terungkapnya berbagai fakta-fakta hukum tersebut membuat perkara ini menjadi semakin terang, dan dirinya berharap agar fakta-fakat tersebut menjadi perhatian khusus dan pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara nantinya.
"Saya kira tentu saja fakta-fakta ini semakin membuat terangnya perkara; Dan kami berharap semoga ini menjadi perhatian khusus dan pertimbangan majelis hakim dalam memutus nantinya," ucap Faisal Qasim. [*]