Skandal Rp510,23 Triliun: Dana PSN Mengalir ke Kantong ASN dan Politisi, Fakta Mengejutkan Terungkap
Font: Ukuran: - +
Ilustrasi karikatur proyek strategis nasional. Foto: trigamasolusi.com
DIALEKSIS.COM | Nasional - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengeluarkan informasi mengejutkan terkait dugaan aliran dana tindak pidana korupsi pada proyek strategis nasional (PSN) di tahun 2023.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, mengungkapkan bahwa sekitar 36,81 persen dari total dana PSN tidak digunakan untuk pembangunan proyek, melainkan dialirkan ke rekening subkontraktor untuk kepentingan pribadi.
Pemeriksaan mendalam oleh PPATK mengidentifikasi bahwa transaksi yang tidak terkait dengan pembangunan proyek tersebut mengalir ke pihak-pihak dengan profil seperti aparatur sipil negara (ASN) dan politikus. Uang tersebut kemudian digunakan untuk pembelian aset dan diinvestasikan ke berbagai instrumen oleh para pelaku.
Menindaklanjuti informasi PPATK, selanjutnya langkah Plt Deputi Bidang Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono, mengisyaratkan bahwa penegak hukum telah menangani beberapa kasus terkait, meskipun tanpa rincian mengenai dana proyek tertentu yang terlibat.
Dalam konteks ini, Kepala Pusat Kebijakan APBN Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Wahyu Utomo, menolak memberikan komentar terkait isu ini.
Menurut data dari Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), pemerintah telah menyelesaikan 190 PSN dengan total nilai investasi mencapai Rp1.515,4 triliun. Namun, dana PSN yang diduga mengalir ke kantong ASN dan politikus setidaknya mencapai Rp510,23 triliun.
Sebagai tanggapan atas isu ini, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menyatakan bahwa PPATK seharusnya membuka data lebih rinci terkait modus operandi dan aliran uang dalam praktik politik uang. Bhima menyoroti kemungkinan penyalahgunaan proyek dengan meng-markup biaya, keterlibatan vendor terafiliasi, dan permainan dalam tender.
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI), Ronny P Sasmita, menyebut bahwa peristiwa ini bukan hal baru, tetapi mencerminkan kelemahan dalam pengawasan, mentalitas koruptif, dan birokrasi yang buruk. Ronny menekankan tanggung jawab Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit yang tegas dan jujur terhadap proyek-proyek strategis.
Kritik juga mengarah kepada BPK, KPK, dan kejaksaan, dengan pertanyaan apakah mereka bersedia bekerja sama untuk membongkar dugaan penyimpangan. Sejumlah pengamat memandang bahwa masalah ini harus diurai secara menyeluruh untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. [cnnindonesia/dbs]