Beranda / Politik dan Hukum / Tgk Akmal Abzal: Masih Bernilainya UUPA

Tgk Akmal Abzal: Masih Bernilainya UUPA

Senin, 10 Februari 2025 17:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn

Tgk Akmal Abzal, pemerhati politik Aceh. Foto: for Dialeksis.com


DIALEKSIS.COM | Aceh - Rencana pelantikan Gubernur Aceh terpilih Mualem-Dek Fad yang dijadwalkan dilaksanakan pada Rabu, 12 Februari lusa, disambut gembira oleh berbagai pihak. Menurut Tgk Akmal Abzal, pemerhati politik Aceh, langkah ini merupakan wujud penerapan prinsip rule of law yang patut diapresiasi, mengingat tata cara pelantikan kepala daerah di Aceh memiliki kekhasan tersendiri dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia.

Dalam keterangannya melalui Dialeksis (10/02/2025), Tgk Akmal Abzal menegaskan bahwa mekanisme pelantikan tersebut telah mengacu pada Pasal 69 huruf c Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

"Pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan Gubernur/Wakil Gubernur dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia di hadapan Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh dalam rapat paripurna DPRA. Prosedur ini menegaskan komitmen terhadap penerapan hukum secara konsisten di Aceh," ujar mantan Komisioner KIP Aceh. 

Tgk Akmal Abzal juga menyoroti bahwa pelantikan yang akan dilaksanakan Rabu lusa bukan merupakan kebijakan baru ataupun inisiatif istimewa dari Jakarta. Menurutnya, perdebatan mengenai tata cara pelantikan kepala daerah di Aceh sudah berlangsung sejak ditetapkannya Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh pada Januari lalu.

"Berlarutnya perdebatan atas sakralitas dan kekuatan UUPA, termasuk munculnya wacana bahwa pelantikan di paripurna DPRA akan dilakukan pasca pelantikan serentak di Jakarta, mencerminkan dinamika politik Aceh yang kompleks. Hal ini memunculkan pertanyaan tentang nilai dan ruh UUPA: sedang di mana dan akan ke mana arahnya ke depan," terang Tgk Akmal ahli kepemiluan. 

Ia menambahkan, jika merujuk pada Pasal 65 ayat 1 UUPA, seharusnya proses pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur dilakukan secara langsung oleh rakyat setiap lima tahun sekali melalui mekanisme yang demokratis, bebas, rahasia, serta jujur dan adil. 

"Artinya, pemilihan Gubernur Aceh seharusnya telah dilaksanakan pada tahun 2022, menyusul pilkada terakhir pada tahun 2017, bukan pada tahun 2024 seperti dalam agenda pilkada serentak di nusantara," pungkasnya.

Menyikapi berbagai interpretasi atas bunyi pasal undang-undang, Tgk Akmal mengingatkan bahwa fleksibilitas politik sering kali membuka ruang bagi penafsiran yang berbeda-beda sesuai dengan kepentingan masing-masing pihak. 

"Lambat laun, sakralitas suatu aturan bisa tergerus jika tidak dijaga dengan baik. UUPA, sebagai hasil perjuangan bersama masyarakat Aceh, seharusnya tidak disalahartikan sebagai akhir dari segala sesuatu, melainkan menjadi fondasi hukum yang kokoh untuk pembangunan Aceh ke depan," tegasnya.

Di akhir keterangannya, Tgk Akmal Abzal mengucapkan selamat kepada Mualem-Dek Fad serta masyarakat Aceh dalam menyambut kepemimpinan baru yang diharapkan dapat membawa energi dan arah baru bagi kemajuan daerah. 

"Selamat untuk Mualem-Dek Fad dan selamat untuk seluruh masyarakat Aceh. Semoga kepemimpinan ini mampu menghadirkan Aceh Baru yang lebih sejahtera dan adil, serta semoga Allah senantiasa berkahi negeri indatu ini," tutup Akmal sosok dekat dengan Mualem. 

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI