bireun
Beranda / Politik dan Hukum / TNI-Polri Bisa Dipidana jika Terlibat Politik Praktis

TNI-Polri Bisa Dipidana jika Terlibat Politik Praktis

Senin, 18 November 2024 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Logo institusi TNI dan Polri. Foto: Ist

DIALEKSIS.COM | Jakarta - Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Rahmat Bagja menyatakan pihaknya tengah mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sanksi bagi anggota TNI dan Polri yang terlibat politik praktis dalam Pilkada.

"Nanti kita lihat putusan Pilkada putusan MK-nya," ujar Bagja saat ditemui wartawan dalam acara Deklarasi Kampanye Pilkada Damai di Gedung Bawaslu RI, Minggu (17/11/2024).

Bagja mengatakan Bawaslu telah mengirimkan surat kepada institusi TNI dan Polri untuk membahas putusan tersebut. "Lagi kirim surat sudah kirim surat ke TNI dan Polri," katanya.

MK sebelumnya mengabulkan permohonan nomor 136/PUU-XXII/2024 yang mengajukan penambahan frasa "TNI/Polri" dan "pejabat daerah" dalam Pasal 188 UU Pilkada Nomor 1 Tahun 2015. Putusan ini disampaikan Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pada Kamis (14/11/2024).

Dengan putusan tersebut, anggota TNI-Polri yang terlibat praktik politik menguntungkan salah satu pasangan calon kepala daerah dapat dikenakan sanksi pidana. Sanksi yang diberlakukan berupa pidana penjara minimal 1 bulan atau maksimal 6 bulan dan/atau denda minimal Rp 600.000 hingga maksimal Rp 6 juta.

Sebelumnya, Pasal 188 UU 1/2015 hanya mengatur sanksi bagi pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah. Kini, dengan putusan MK, pasal tersebut mencakup "pejabat daerah" dan "TNI/Polri" sebagai pihak yang dapat dikenai sanksi pidana jika melanggar ketentuan Pasal 71.

"Setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI-Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan, dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000 atau paling banyak Rp 6 juta," demikian bunyi putusan MK yang dibacakan Suhartoyo.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda