TTI Desak Sekda Aceh Tinjau Ulang Semua Program Bantuan di BRA
Font: Ukuran: - +
Reporter : Nora
Koordinator Transparansi Tender Indonesia (TTI) Nasruddin Bahar. Foto: for Dialeksis
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Koordinator Transparansi Tender Indonesia (TTI) Nasruddin Bahar meminta Sekda Aceh selaku Ketua Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) untuk meninjau kembali sejumlah program bantuan di Badan Reintegrasi Aceh (BRA).
“Banyak kegiatan di BRA yang seharusnya dikerjakan oleh Dinas Teknis yang membidangi program tersebut, tetapi malah ada di BRA,” katanya kepada Dialeksis.com, Rabu (22/5/2024).
Misalnya, kata dia, bantuan bibit ikan, lebih tepat dilaksanakan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Aceh. Bantuan usaha kecil lebih tepat dikerjakan oleh Dinas Koperasi UMKM Aceh, bantuan bibit ternak lebih tepat dikerjakan oleh Dinas Peternakan.
Selanjutnya, bantuan bibit pertanian dan Perkebunan lebih tepat dilaksanakan oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh.
Nasruddin mengatakan, kasus pengadaan bibit ikan kakap dan pakan runcah di Aceh Timur senilai Rp 15 miliar yang sedang disidik oleh Kejati Aceh menjadi pelajaran berharga agar kasus yang sama tidak terulang kembali.
“Sebagai contoh tahun ini ada pengadaan bibit ikan kakap di 3 kabupaten yaitu Kabupaten Pidie Jaya, Aceh Utara dan Bireuen nilainya juga fantastis mencapai 50 miliar lebih. Dikhawatirkan akan terjadi kasus yang sama karena tidak mungkin ada bibit ikan kakap yang jumlahnya mencapai puluhan milyar bisa dilaksanakan dalam 1 tahun anggaran. Mana mungkin ada penangkar bibit yang rela menginvestasikan uangnya dalam jumlah besar untuk pembibitan ikan sebanyak itu mustahil sekali,” ungkapnya
Jika Sekda Aceh bersikukuh program di BRA tetap dilanjutkan, kata dia, hal ini bisa menjadi pertanyaan besar ada apa di balik pemaksaan tersebut.
Ia meminta Inspektorat selaku Pengawas Internal Pemerintah wajib turun tangan melakukan audit sebelum program ini dilaksanakan.
“Perlu dipastikan kelompok penerima bantuan apakah sudah terdaftar secara resmi di Dinas terkait Kabupaten Kota masing-masing, apakah ada rekomendasi Kepala Desa untuk kelompok penerima,” katanya.
Menurutnya, bantuan ini adalah program mulia, maka jangan sampai diselewengkan apalagi dibuat fiktif, karena masih banyak kelompok masyarakat korban konflik tidak menerima apa apa.
“Padahal sejak 2017, banyak dana yang dianggarkan seperti dana untuk mantan kombatan sebesar Rp650 miliar sampai hari ini kasusnya tidak pernah selesai dan bahkan hilang tanpa bekas,” pungkasnya.