YARA Ajukan Praperadilan Terhadap Polda Aceh dalam Kasus Dugaan Korupsi Wastafel
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
YARA melalui dua paralegalnya, Mitra Ate Fulawan dan Sabrina, mengajukan permohonan Praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh, Senin (9/9/2024). [Foto: Dokumen untuk dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Kasus dugaan korupsi terkait pengadaan wastafel yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) refocusing Covid-19 tahun 2020 kembali menjadi sorotan publik.
Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) melalui dua paralegalnya, Mitra Ate Fulawan dan Sabrina, mengajukan permohonan Praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh, Senin (9/9/2024).
Permohonan ini menyoal sah atau tidaknya penghentian penyidikan yang dilakukan oleh penyidik Polda Aceh dalam kasus yang merugikan negara dengan nilai kontrak mencapai Rp 43,7 miliar.
Permohonan ini diajukan dengan kuasa hukum yang dipimpin oleh Boying Hasibuan, SH., serta tim pengacara lainnya, termasuk Febby Dewiyan Yayan, SH., Nisa Aulia Fitri, SH., Tommy Sahhendra, SH., Reza Rivardi, SH., dan Putra Yulaisa, SH.
Dalam keterangannya, Boying menyampaikan bahwa penghentian penyidikan terhadap beberapa nama yang diduga terlibat dalam kasus tersebut telah dilakukan secara diam-diam oleh penyidik, tanpa proses yang transparan.
“Kami telah mendaftarkan permohonan praperadilan ini di PN Banda Aceh. Tujuannya agar pengadilan membatalkan penghentian perkara yang dilakukan secara diam-diam oleh penyidik terhadap beberapa orang yang diduga terlibat,” ungkap Boying kepada Dialeksis.com, Senin (9/9/2024).
Kasus dugaan korupsi ini terkait dengan pengadaan wastafel yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Aceh pada tahun anggaran 2020. Tiga orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan berkas mereka telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh.
Namun, investigasi yang dilakukan oleh Tim Advokasi YARA menemukan beberapa nama pejabat penting yang diduga ikut terlibat dalam pengadaan tersebut.
Nama-nama tersebut antara lain Nova Iriansyah, Taqwallah, Bustami Hamzah, Teuku Nara Setia, Kausar, Hendra Budian, dan Zulfikar alias Om Zul.
Boying menyatakan bahwa meskipun nama-nama tersebut diduga kuat terlibat, penyidikan terhadap mereka tampaknya telah dihentikan tanpa alasan yang jelas.
"Hasil investigasi kami menunjukkan adanya keterlibatan beberapa nama penting selain tiga tersangka yang sudah ditetapkan oleh Polda Aceh. Namun, penyidikan terhadap mereka tampaknya dihentikan secara diam-diam,” tegasnya.
Penghentian penyidikan ini dianggap sebagai bentuk ketidakadilan dalam penanganan kasus korupsi. Tim Advokasi YARA menuntut agar proses hukum dilakukan secara profesional dan berkeadilan, tanpa adanya praktik "tebang pilih".
Menurut Boying, setiap orang yang terlibat dalam kasus ini, tanpa terkecuali, harus dimintai pertanggungjawaban hukum.
“Kami ingin penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi dilakukan secara profesional dan berkeadilan. Jangan ada istilah tebang pilih. Siapa pun yang terlibat harus dimintai pertanggungjawaban hukumnya,” tegas Boyinng.
Praperadilan yang diajukan YARA ini secara khusus meminta kepada Ketua PN Banda Aceh untuk memerintahkan Polda Aceh, dalam hal ini Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus), agar melanjutkan penyidikan terhadap beberapa nama yang disebutkan di atas.
Tim Advokasi YARA berpendapat bahwa proses hukum tidak boleh berhenti hanya pada tiga tersangka, mengingat adanya indikasi keterlibatan pihak lain yang memiliki posisi strategis.
“Dalam surat permohonan kami, kami meminta agar Pengadilan memerintahkan Polda Aceh untuk segera melanjutkan penyidikan terkait dugaan korupsi ini terhadap Nova Iriansyah, Taqwallah, Bustami Hamzah, Teuku Nara Setia, Kausar, Hendra Budian, dan Zulfikar alias Om Zul. Kami percaya bahwa dengan dilanjutkannya penyidikan, keadilan dapat ditegakkan,” pungkasnya. [nh]