Ghya, Talenta Penyanyi Blasteran Aceh dan Belanda
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Menjajal dunia hiburan, khususnya musik, memang tidak dilarang oleh siapapun. Ibarat ruang bebas, siapa saja yang merasa punya kapasitas dan kemampuan silahkan masuk dan memilih ruang kosongnya.
Kalau sudah penuh, ya silahkan nyempil dulu, siapa tahu punya peluang untuk terdengar, terlihat atau minimal terdeteksi. Kalau gagal, silakan coba profesi lain yang masih berhubungan dengan kemampuannya.
Saban hari, memang kita disuguhkan wajah-wajah baru yang sekadar membawa single atau album utuh, baik itu solois sebagai penyanyi maupun group band yang mencoba peruntungan di industri yang cukup ketat. Tapi saya selalu tertarik, karena banyak diantara mereka penuh antusias dan semangat meraih mimpinya, dengan packaging yang bermacam-macam bentuk.
Salah satunya, gadis muda belia Ghaniya Yuzareta, atau disapa Ghya, berani membuktikan kemampuannya bernyanyi dengan meluncurkan debut single berjudul ‘Jumpa Ketiga’ karya Nico Ajie Bandy dan Tiwi Skc.
Lagu bertempo slowly dengan sentuhan akordion ini, terasa pas dengan karakter Ghya yang konon menyukai lagu-lagu era 80-90’an. Dari disisi usia yang baru 16 tahun, pilihan bermusiknya termasuk berani, karena di luar kelaziman anak muda seusianya.
Kesukaannya dalam dunia seni, terlihat sejak kecil. Menurut sang ayah, yang kini menjadi eksekutif produser dalam single ini, minat Ghya pada musik membawanya ke beberapa kompetisi, dan festival musik serta undangan mewakili sekolahnya.
Bukan cuma itu, Ghya pun pandai menari, dan ikut serta berpartisipasi dalam acara ‘International Dance Exchange’ di China dan Jepang. Bahkan, lewat media sosial seperti instagram atau youtube atas namanya sendiri, mengunggah karya-karya dalam bentuk cover song.
Dinamika ditengah kondisi industri musik di Indonesia sekarang ini, bagi penyanyi maupun group band yang baru bermimpi dan baru menapak. Tidak sekadar mengandalkan lagu bagus saja, jika tidak dibekali modal yang cukup atau strategi promosi kuat, seperti dianalogikan menerbangkan sehelai kapas dirintik hujan.
Alih-alih terbang tinggi, baru dilepas pun langsung terhemoas ke bumi, karena kapas berubah menjadi batu.
Ghya dengan talentanya, ditambah memiliki rentang waktu cukup panjang meniti karir sebagai penyanyi karena usianya cukup muda. Diperlukan treatment khusus untuk menanganinya, agar ia tumbuh menjadi sosok penyanyi yang memiliki karakter kuat.
Ghya yang pandai bermain gitar, keyboard, dan juga masih belajar olah vokal dengan coach Bertha, harus banyak diberi ruang atau panggung untuk mengekplor kemampuannya sekaligus mengasah terus keterampilannya bernyanyi.
Ghya yang juga good looking ini, ibarat sebuah produk, ia harus dikemas dengan baik untuk masuk di pasar musik yang sangat ketat. Gadis manis berdarah campuran Medan, Aceh dan Belanda ini, aset masa depan di ranah musik Indonesia.
Tren di industri musik saat ini, penyanyi bukan sekadar melantunkan lagu, musisi tidak lagi bermain musik, tapi ia harus membranding dirinya menjadi sebuah produk yang lekat dengan penggemarnya. Selamat datang industri musik Ghya, jangan pernah menyerah dan teruslah belajar! (UrbannewsID)