KPU Larang Film Dilan 1990 Tayang di TV
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM, Jakarta - Film Dilan 1990 tak boleh ditayangkan di stasiun televisi hingga hari pemungutan suara Pilkada 2018 tiba, 27 Juni mendatang. Larangan muncul karena film layar lebar itu dibintangi calon gubernur Pilkada 2018 Jawa Barat Ridwan Kamil (RK).
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan berkata, penayangan film yang diperankan kandidat pilkada di TV melanggar aturan kampanye. Sebabnya, aturan KPU mengatur masing-masing calon tak boleh menggelar kampanye berupa sandiwara di lembaga penyiaran publik atau swasta tanpa dibiayai penyelenggara.
Dia mencontohkan, Film Dilan 1990 yang salah satu pemerannya Ridwan Kamil, walikota Bandung yang saat ini maju di Pilkada Jawa Barat sebagai calon gubernur.
Menurut dia, KPU RI tidak mempermasalahkan penanyangan film itu di bioskop. Hanya saja, kata dia, film itu dilarang ditayangkan di televisi. "Film berbeda, itu terkait dengan lembaga penyiaran. Contoh, ada Film Dilan. Di situ ada RK, kalau diputar di bioskop tidak masalah. Menjadi masalah kalau Film Dilan diputar di TV," kata dia.
Selain itu, dia mencontohkan sinetron religi Para Pencari Tuhan (PPT) yang dimainkan oleh aktor senior Deddy Mizwar. Saat ini, pria yang terkenal lewat Film Naga Bonar itu juga mencalonkan diri sebagai gubernur di Pilkada Jawa Barat. "Yang menjadi masalah bukan sinetronnya, tetapi disiarkan di lembaga penyiaran dan aktornya kandidat. TV itu lembaga penyiaran, tetapi bioskop tidak," ujar Wahyu seperti dilansir trito.id.
Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye mencantumkan definisi iklan kampanye. Pengertian iklan kampanye sesuai beleid itu adalah "penyampaian pesan kampanye melalui media cetak dan elektronik berbentuk tulisan, gambar, animasi, promosi, suara, peragaan, sandiwara, debat, bentuk lainnya [...] yang difasilitasi oleh KPU Provinsi/KIP Aceh atau KPU/KIP Kabupaten/Kota yang didanai APBD."
KPU, kata Wahyu, tidak mempermasalahkan film atau sandiwara yang dibuat dan melibatkan kandidat Pilkada. Tapi jadi masalah bila penularannya dilakukan di lembaga penyiaran swasta atau publik, seperti radio dan TV.
Berdasarkan UU Pemilu, kampanye memiliki arti sebagai kegiatan peserta pemilu atau pihak yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri Peserta Pemilu.
Pasal 275 UU Pemilu mengatur, kampanye dapat dilakukan dalam sembilan cara yakni pertemuan terbatas, tatap muka, penyebaran bahan kepada umum, pemasangan alat peraga, media sosial, iklam di media massa, rapat umum, debat pasangan calon, dan kegiatan lain yang tak melanggar aturan.
Larangan berkampanye di tempat ibadah tercantum di Pasal 280 ayat (1) huruf h. Pelanggar aturan itu terancam pidana penjara maksimal 2 tahun dan denda paling banyak Rp24 juta. (*)