Situs Sejarah Monisa Peureulak Tidak Terawat
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM ÖŸ Idi - salah satu situs sejarah yang terdapat di Aceh Timur terkait keberadaan Islam yang diyakini telah ada di wilayah tersebut pada abad kesembilan terlihat sangat memprihatinkan. Monumen Islam Asia Tenggara (Monisa) yang diresmikan oleh Ali Hasjmy itu terletak di Gampong Paya Meuligo, Kecamatan Peureulak Kota, Aceh Timur.
Hal itu diketahui setelah Prodi Antropologi FISIP Universitas Malikussaleh melakukan field trip situs sejarah, museum, dan ekoturisme di Idi, Peureulak, dan Langsa pada Minggu – Senin (18-19 November 2018). Jalan dari menuju jalan Monisa terlihat cukup buruk. Rombongan Prodi yang menggunakan bus sedang harus melewati dua jembatan darurat yang terbuat dari kayu. "Jika supir tidak jago, kita bisa tersungkur ke bawah jembatan", ungkap Faizul salah seorang mahasiswa Antropologi FISIP Unimal.
Demikian pula jalan di Gampong Paya Meuligo yang tidak diaspal, termasuk warga yang menjemur padi di badan jalan, sehingga tidak nyaman dilewati oleh kenderaan roda empat. "Jemuran padi itu terpaksa harus tergilas roda mobil setelah lebih dahulu kami minta izin kepada warga sekitar", tambah seorang mahasiswa Ayu Asmiza.
Setiba di makam, yang diyakini sebagai pendiri kerajaan Peureulak Sultan Alaidin Said Maulana Abdul Aziz Syah, terlihat suasana yang tidak mirip sebuah situs penting. Iklan sebagai tempat pertama Islam hadir di Asia Tenggara tidak cukup meyakinkan. Makam telah dipugar, tapi bangunan yang baru dibangun di area makam tidak dimanfaatkan, bahkan mulai rusak. Penjaga situs, Tgk. Abdullah, mengatakan permintaan untuk pengadaan kursi di dalam bangunan pun belum dipenuhi, sehingga akhirnya bangunan-bangunan yang ada di dalam makam terlantar begitu saja.
Sebenarnya ada satu tempat lagi yang berjarak 1 km dari situs makam, tapi tetap tidak memiliki fungsi naratif. Tidak ada buku-buku atau narasi baik di makam dan juga di situs baru monisa yang dimanfaatkan. Dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh IAIN Langsa, terlihat bahwa sejarah Kerajaan Peureulak yang diyakini lebih tua dari Kerajaan Samudera Pasai (840 M) juga tidak memilki otentisitas historis. Dokumen-dokumen yang dilacak tidak cukup bisa digunakan secara akademis, karena tidak memiliki pengarang dan tidak bertahun.
Field trip yang dilakukan oleh Prodi Antropologi Unimal ini dimaksudkan agar mahasiswa lebih dekat dengan sejarah dan kebudayaan lokal untuk diekstrapolasi lebih komprehensif kepada pubik. "Dunia Antropologi bukan saja memfokuskan pada kajian-kajian kemasyarakatan dan etnisitas, tapi juga menggali setiap renik sejarah lokal yang ada, termasuk menggunakan pendekatan etnografi sejarah, terang Putri Prastika, mahasiswa Antropologi angkatan 2017 yang juga ikut dalam kegiatan ini. (tkf)