Agung S Batubara: Melompati Batas Meraih Doktor Termuda
Font: Ukuran: - +
Agung Setia Batubara mengenakan kemeja putih dan celana hitam. Seperti style eksekutif muda, ia tampak segar dan sangat rapi sekali.
Ia meletakkan notebook-nya di atas meja sambal melipat kemeja lengan panjangnya sampai ke batas siku lengan. Wajah cerahnya saat ditemui Dialeksis.com, Rabu (24/7/2019), tak dapat disembunyikan.
"Alhamdulillah, kita akhirnya berjumpa ya," sapa saya membuka obrolan.
"Alhamdulillah, Bang," jawab Agung kembali.
Saya tidak mengenal Agung sebelumnya. Dari Direktur Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala, Prof Darusman, saya mendapatkan contactnya untuk ajakan bertemu.
Sehari sebelumnya, Selasa (23/7/2019), Prof Darusman menjadi salah satu penguji untuk ujian terbuka (promosi) gelar doktor Agung.
Agung saat ujian promosi doktor di Unsyiah, Selasa (23/7/2019). [FOTO: AJNN]Dari ujian itu, Agung berhasil meraih rekor doktor termuda di Universitas Syiah Kuala dengan usia 28 tahun, 9 bulan, 22 hari.
Direktorat Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kemenristekdikti melalui Direktorat Kualifikasi Sumber Daya Manusia menyelenggarakan Program Beasiswa Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU).
Program yang dilaksanakan sejak tahun 2013 ini merupakan salah satu terebosan untuk percepatan laju pendidikan doktor dalam rangka meningkatkan jumlah lulusan doktor sehingga memenuhi kualifikasi pendidikan dosen minimal S2.
Melalui program ini, para sarjana unggul diharapkan dapat dididik/dibina menjadi doktor dalam suasana akademik yang sehat di bawah bimbingan promotor yang cemerlang baik berdasarkan rekam jejak penelitian maupun pendidikan.
Program ini diharapkan dapat menjadi salah satu moda dalam pemberian beasiswa pendidikan pascasarjana dan pembiayaan penelitian pada program pendidikan pascasarjana di masa mendatang.
Agung salah satu alumni dari program PMDSU angkatan ke-2. Putra asli kelahiran Aceh Tamiang ini mengaku harus melewati banyak tantangan untuk meraih gelar dokter muda itu.
Ia memiliki latar belakang keluarga sederhana. Kedua orang tuanya tidak pernah mengenyam pendidikan tinggi, sehingga dia sangat bersyukur dapat menempuh studi hingga perguruan tinggi.
"(Almarhum) ayah, dulunya sehari-hari bekerja sebagai harlan bus penumpang rute Kuala Simpang-Medan di Terminal Kuala Simpang. Sementara ibu tidak bekerja, beliau ibu rumah tangga biasa," kata Agung
Pendidikan adalah Investasi
Kecintaannya pada dunia perikanan telah ia mulai sejak lulus SMP. Ia lulus di SD Negeri 2 Sriwijaya, Aceh Tamiang pada tahun 2003, lalu lulus SMP Negeri 2 Sriwijaya tahun 2006.
Tahun 2006 ia mulai merantau ke Banda Aceh. Agung kemudian melanjutkan sekolahnya di Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM) Negeri Ladong, Aceh Besar tahun 2009.
Berangkat dengan persiapan apa adanya, hanya bermodal tekad untuk bisa berhasil dan membanggakan kedua orangtuanya di kampung halaman. Tidak lebih dari itu. Tapi kisah hidup memberi perjalanan yang lain.
Enam bulan duduk di SUPM Negeri Ladong, Kecamatan Masjid Raya Aceh Besar, Agung mendapatkan cobaan yang tidak mudah. Ayahnya, Samsul Bahri, meninggal dunia.
Ia merasakan saat-saat gamang dan tidak mudah dijalani. Nyaris 3 bulan ia merasa tidak punya semangat. Pesan almarhum Ayahnya agar tetap semangat sekolah yang membuat ia bertahan.
"Kata Ayah, pendidikan adalah investasi. Meski sulit, harus semangat dan kerja keras," ceritanya, dengan mata berkaca-kaca.
Tiga tahun belajar keras di sekolah perikanan tersebut, membawa jalan baik menuju universitas.
Pilihannya hanya satu. Bisa kuliah di Universitas Syiah Kuala dan mengambil program studi perikanan. Dan ia lulus melalui jalur seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN).
Tidak pakai lama, Agung lulus program sarjana dalam waktu 3,5 tahun. Program sarjana ia tempuh di Prodi Budidaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan (FKP) Universitas Syiah Kuala.
Selepas itu, Agung bekerja sebagai sebagai laboran (teknisi) di FKP Unsyiah dengan status pegawai kontrak.
Dari bekerja disitu lah, Agung dikejutkan dengan berita bahagia. Teman seangkatannya, memperoleh beasiswa PMDSU batch I di Institut Pertanian Bogor.
Agung dalam sebuah penelitian di lab. [FOTO: Dok. Unsyiah]"Agung mendukung dan bahagia dengan keberhasilan sahabatnya. Sambil bertanya dalam hati apakah saya juga bisa? Kapan ya waktu itu datang," kisah Agung. "Dan itulah awal mula saya mengenal program PMDSU," sambungnya.
Ia memotivasi dirinya untuk bekerja, berdoa dan melawan keterbatasan dengan kuat.
Tak lama berselang, tahun 2015, Prof Muchlisin yang merupakan dosen pembimbingnya, memberitahu Unsyiah akan dapat kesempatan menjadi penyelenggara beasiswa PMDSU batch II dan ia disarankan untuk bersiap mengikuti seleksi beasiswa tersebut.
Agung sangat terlecut dengan berita baik dari profesornya. Tapi tentu tidak mudah. Ia harus bersaing dengan 12 calon penerima beasiswa lainnya dari seluruh Indonesia.
"Awalnya sempat ragu tidak akan lulus, dikarenakan beberapa syarat yang diajukan calon promotor saat wawancara yang belum dapat saya penuhi, yakni kemampuan bahasa Inggris dan proses analisis genetik yang belum pernah saya lakukan."
Saat terperangkap dalam pikiran seperti itu, Agung teringat almarhum Ayahnya dan juga pesan ibunya.
"Bismillah, Agung. Kalau Allah memberi izin, Ia akan memberi pertolongan. Kun Fayakun," kata Agung menuturkan petuah ibunya.
Untuk lulus beasiswa PMDSU batch II, Agung disyaratkan mengikuti kursus bahasa Inggris serta training analisis genetik oleh calon promotor, Prof Dr Muchlisin ZA.
Kursus Bahasa Inggris dia ikuti di Pusat Bahasa Unsyiah dan training analisis genetik di IPB Bogor. Perjalanan yang tidak mudah, namun dia berhasil lulus.
Selepas dinyatakan lulus dan mendapatkan beasiswa PMDSU Batch II, Agung masuk program Magister Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu (MPSPT) Unsyiah selama setahun. Selanjutnya di tahun kedua, dia langsung ditransfer ke program doktoral pada prodi Doktor Matematika dan Aplikasi Sains (DMAS).
Agung mendalami bidang penelitian bio-ekologi dan genetik ikan naleh (Barbonymus gonionotus) sebagai dasar pengembangan budidaya.
Ia melakukan penelitian selama satu tahun di Nagan Raya untuk mengoleksi sampel ikan. Setiap bulan Agung mengunjungi lokasi penelitian 1 hingga 2 kali. Jadwal kuliah dan jadwal sampling ke Nagan Raya ia jalani secara ketat.
Selanjutnya, pada September 2016, Agung mengikuti kursus di Universiti Sains Malaysia (USM) sekaligus menganalisis sampel genetik penelitian yang sedang dikaji.
Agung menjalani semua proses, baik kuliah maupun penelitian secara sangat ketat. Dari survei, analisis sampel hingga penulisan artikel ia lakukan dengan batas waktu yang ditentukan oleh promotor.
Jadwal di laboratorium dijalaninya dari pukul 08:30 s/d 22:00 WIB setiap hari tanpa libur. Hal ini dilakukan agar hasil penelitian dapat ditulis dan diselesaikan secepat mungkin sehingga kewajiban publikasi sebagai syarat kelulusan dapat terpenuhi tepat waktu.
Seperti mahasiswa doktoral lainnya, Agung juga mengalami kendala dalam proses publikasi. Pernah, tujuh kali artikelnya ditolak oleh jurnal sebelum terbit. Belum lagi beberapa paper lainnya yang berstatus re-submit, setelah ditolak berkali-kali.
Agung saat tampil dalam sebuah forum internasional. [FOTO: Dok. Unsyiah].Namun Agung tidak pernah putus asa. Promotor menyarankan beberapa penerbit jurnal lainnya sebagai alternatif tujuan publikasi.
Selain fokus pada riset doktoralnya, Agung ikut membantu mahasiswa di bawah bimbingan Prof Dr Muchlisin yang tergabung dalam satu grup riset, dari program sarjana hingga doktoral.
"Kami saling diskusi tentang penelitian yang akan dilakukan masing-masing dan saling membantu pada saat penelitian. Inilah yang menjadi cikal bakal terbentuknya grup riset Ichthyos Research Group-tempat ia bergabung.
Ichthyos berasal dari kata Ichthyology dan dapat diartikan dengan ilmu yang mempelajari semua aspek tentang ikan.
Sejauh ini Ichthyos Research Group adalah salah satu peer-group yang paling produktif di Fakultas Kelautan dan Perikanan khususnya dan Unsyiah umumnya.
Tercatat lebih kurang 27 publikasi internasional terindek Scopus yang dihasilkan oleh anggota grup ini selama 2 tahun terakhir (2017-2018) atau rerata 13,5 judul per tahunnya.
Fokus dan Berorientasi Hasil
Agung fokus melakukan penelitian terhadap ikan di Aceh, meliputi ikan Keureulieng (Genus Tor), Ileh (Genus Anguilla), Seurukan (Genus Osteochilus) dan Naleh (Genus Barbonymus).
Menurutnya, ikan yang dipelihara di Aceh didominasi oleh ikan-ikan asing hasil introduksi dari luar Aceh dan bahkan luar negeri.
Kondisi ini memberikan tekanan kepada populasi ikan asli setempat. Padahal Aceh juga memiliki potensi ikan asli yang tidak kalah baik dari segi jumlah maupun kualitasnya, diantaranya adalah ikan naleh Barbonymus gonionotus, spesies yang menjadi fokus penelitian program doktor Agung.
Ikan keureulieng, salah satu ikan khas di Aceh, yang menjadi salah jenis ikan dalam fokus penelitian Agung. [FOTO: net]Namun sayangnya teknologi breeding ikan naleh belum berkembang di Aceh, sehingga pengembangan usaha budidayanya ikut terkendala.
Salah satu penyebabnya, belum tersedianya informasi dasar tentang biologi dan ekologi ikan ini di perairan Aceh. Misalnya informasi tentang biologi reproduksi dan kebiasaan makanan penting diketahui untuk mengembangkan teknologi pembenihan dan penyediaan pakan buatan untuk mendukung usaha budidaya dimasa mendatang.
Selain itu informasi genetik ikan naleh yang juga terangkum dalam penelitian dapat menjadi informasi keanekaragaman flasma nutfah di Aceh yang disimpan di National Center for Biotechnology Information (NCBI).
Genbank yang berfungsi melegitimasi bahwa spesies tersebut benar berasal dari Provinsi Aceh. Hasil penelitian Agung diindeks oleh Scopus dalam jurnal internasional.
Untuk menguatkan kapasitasnya, selama pendidikan doktor, Agung mengikuti tiga kali seminar international, sekali di Vietnam dan dua kali di dalam negeri.
Sampai saat ini Agung telah mempublikasikan 20 karya ilmiah, dimana 15 artikel terindeks Scopus dan 5 artikel lainnya terindeks Sinta 2 dan 3.
Publikasi artikel terindeks Scopus, beberapa diantaranya merupakan jurnal bereputasi dari Q3 hingga Q1.
Sekedar diketahui, tidak mudah mencapai prestasi ini. Tidak semua paper dalam penelitian bisa dengan mudah dipublikasi dan mendapat index Scopus Q1. Tapi Agung sudah mendapatinya.
"Alhamdulillah saya memiliki h-indeks 3 di Scopus dan h-indeks 4 di Google Schoolar. Tahun 2019 ini saya telah menerbitkan 1 artikel dan 3 artikel dalam status accepted serta beberapa artikel lainnya dalam status under-review di jurnal terindeks Scopus."
Agung sangat bersyukur dan berterima kasih pada semua yang telah membantu.
Bagi Agung, mendapatkan promotor yang cerdas, salah satu rezeki yang Allah berikan kepadanya.
"Prof Muchlisin tidak hanya pembimbing dalam pendidikan, tetapi juga menjadi sosok yang menginspirasi saya selama ini. Saya merasakan atmosfir akademik yang produktif dan sehat," kata Agung.
Menurutnya, agar tetap semangat dalam meraih tujuan, harus melawan keterbatasan dengan kerja keras, tidak berhenti di tengah jalan dan berorientasi pada hasil maksimal.
"Berterimakasih kepada orang -orang yang sudah berjasa membangun kapasitas kita dan tidak berhenti untuk kerja keras, bersyukur dan berterimakasih," ujarnya.
Seperti diketahui, Agung Setia Batubara menyelesaikan program S3-nya dengan predikat cumlaude dengan IPK 3,96 dan nilai sidang terbuka 90 atau kategori A.
Agung lulus setelah mempertahankan disertasinya dengan judul Bioekologi dan Genetika Ikan Naleh, Barbonymus Gonionotus (Pisces Cyprinidae) di Perairan Nagan Raya, Provinsi Aceh.
Ngobrol panjang dengan Agung, banyak hal yang saya dapatkan. Semangat tidak menyerah, dan selalu berusaha menjadi orang yang bermanfaat, membentuk "formula" agar tidak putus asa adalah salah satunya yang perlu dicontoh.(Ikbal)