kip lhok
Beranda / Tajuk / Bustami di Persimpangan: Mencari Pelita Aceh

Bustami di Persimpangan: Mencari Pelita Aceh

Jum`at, 13 September 2024 10:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi
Ilustrasi. [Foto: kompas/Heryunanto]



DIALEKSIS.COM | Tajuk - Sepekan telah berlalu sejak kepergian Tgk. H. Muhammad Yusuf A. Wahab, atau yang akrab disapa Tu Sop Jeunieb. Kini, Aceh menghadapi babak baru dalam perhelatan politiknya. Bustami Hamzah, sang calon gubernur, berdiri di persimpangan, mencari sosok pendamping yang akan mengisi kekosongan yang ditinggalkan almarhum Tu Sop.

Ini bukan sekadar permainan catur politik. Bustami membutuhkan lebih dari sekadar nama untuk mengisi pos wakil gubernur. Sosok yang mampu mengemban amanah ganda: sebagai pemimpin pemerintahan dan panutan spiritual.

Sejumlah nama telah diajukan: Abiya Kuta Krueng, Abi Nas Jeunib, Abi Hidayat Aceh Selatan, Tengku Faisal Ali, dan Tu Bulqaini. Masing-masing membawa warna tersendiri dalam spektrum kepemimpinan Aceh. Namun, pertanyaannya: siapakah yang mampu menjadi prisma, pewujud harapan rakyat Aceh menjadi kebijakan yang cemerlang?

Dalam situasi begitu, Bustami Hamzah jelas berada di bawah sorotan. Pilihannya akan menjadi cermin aspirasi dan visinya untuk Aceh. Apakah ia akan memilih sosok yang hanya akan menjadi bayang-bayang, atau partner sejati yang mampu membawa Aceh melompat ke era baru?

Dari titik berdiri Bustami Hamzah yang awalnya ditemani Tu Sop, Aceh hari ini bukan lagi sekadar provinsi di ujung Sumatera. Ia adalah laboratorium demokrasi, tempat nilai-nilai Islam berdialektika dengan modernitas. Calon wakil gubernur harus mampu menjadi katalisator dalam proses ini, bukan sekadar stempel keagamaan bagi kebijakan pemerintah.

Integritas, tentu saja, harus menjadi prasyarat utama. Di tengah pusaran isu korupsi yang tak kunjung reda, Aceh haus akan pemimpin yang bersih. Namun, bersih saja tak cukup. Dibutuhkan visi yang tajam dan keberanian untuk keluar dari zona nyaman status quo.

Proses pemilihan ini juga menjadi ujian bagi Bustami Hamzah. Bagaimana ia mengelola ekspektasi publik, menjembatani berbagai kepentingan, dan pada akhirnya membuat keputusan, akan menjadi prolog bagi kepemimpinannya kelak, jika ia terpilih.

Masyarakat Aceh berhak untuk tidak sekadar menjadi penonton. Transparansi dalam proses ini bukan hanya keharusan, tapi juga investasi kepercayaan publik yang tak ternilai harganya.

Dengan begitu, Bustami Hamzah kini sedang berdiri di titik krusial. Pilihannya bukan hanya akan menentukan nasibnya dalam kontestasi politik, tapi juga trajektori Aceh ke depan. Semoga, dari proses ini, lahir kepemimpinan yang tidak hanya memenuhi ekspektasi, tapi juga mampu melampaui imajinasi rakyat Aceh tentang masa depan yang lebih baik.

Dan, catatan penting bagi kita semua adalah siapapun yang terpilih nantinya, ia harus siap menghadapi tantangan ganda. Di satu sisi, menjaga warisan spiritual dan kultural Aceh. Di sisi lain, membawa Aceh berlari kencang mengejar ketertinggalan pembangunan. [red]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda