Beranda / Tajuk / Keadilan Hukum dan Integritas Politik dalam Pilkada Bireuen

Keadilan Hukum dan Integritas Politik dalam Pilkada Bireuen

Minggu, 09 Februari 2025 09:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Ilustrasi integritas. [Foto: Shutterstock]



DIALEKSIS.COM | Tajuk - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 05 Februari 2025 yang menolak gugatan pasangan calon Murdani Yusuf dan Muhaimin serta mengukuhkan pasangan H. Mukhlis, ST dan Ir. H. Razuardi, MT sebagai Bupati dan Wakil Bupati Bireuen menegaskan penerapan prinsip demokrasi yang berbasis hukum. 

Keputusan ini tidak hanya menutup perselisihan secara legal, tetapi juga mengingatkan pentingnya penerimaan atas hasil yang telah ditetapkan melalui proses hukum yang objektif.

Secara teori, dalam kerangka kontrak sosial, setiap warga negara telah sepakat untuk tunduk pada aturan yang disepakati bersama. Konsep ini menuntut agar setiap pihak, terutama yang kalah, menerima hasil pemilu dengan lapang dada demi menjaga stabilitas dan kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi. 

Selain itu, teori demokrasi deliberatif, seperti yang dikemukakan oleh Habermas, menekankan bahwa keabsahan suatu keputusan politik harus melalui proses diskusi dan argumentasi rasional. Penerimaan hasil pemilu merupakan bukti bahwa setiap pihak menghormati proses tersebut dan meyakini bahwa keputusan final telah melalui pertimbangan yang matang.

Sikap menolak hasil melalui manuver politik, sebagaimana dikritik oleh akademisi Anwar Ebtadi, justru berisiko mengikis kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum dan demokrasi. Dalam konteks ini, kita dapat mengingat pepatah "Diam adalah emas," yang mengajarkan bahwa kebijaksanaan sering kali tercermin dari kemampuan untuk menerima kenyataan dengan lapang dada, daripada terus mempertahankan posisi dengan argumen emosional atau strategi politik yang sempit.

Secara ilmiah, penerapan keputusan MK menunjukkan bahwa lembaga negara telah menjalankan fungsi kontrol terhadap dinamika politik. Dengan mekanisme hukum yang transparan dan akuntabel, setiap upaya untuk mengabaikan hasil tersebut tidak memiliki dasar rasional dan justru dapat mengganggu tatanan demokrasi yang telah dibangun. 

Penting di highlight, integritas dan kedewasaan politik ditunjukkan oleh kemampuan pihak yang kalah untuk menghormati keputusan yang telah final, sehingga proses demokrasi dapat berjalan sesuai dengan prinsip keadilan dan kepastian hukum.

Kesimpulannya, dalam Pilkada Bireuen, penerimaan terhadap hasil yang ditetapkan oleh MK merupakan wujud komitmen terhadap demokrasi yang sehat. Dengan mengedepankan pendekatan ilmiah dan menghargai asas-asas kontrak sosial, kita dapat menjaga integritas sistem politik dan menghindari manuver yang merugikan masyarakat. 

Seperti pepatah mengatakan, "Diam adalah emas," sikap lapang dada dan rasional merupakan fondasi penting untuk menciptakan stabilitas dan kepercayaan dalam setiap proses demokrasi. 

Tentu saja, bagi yang menang harus diingat bahwa Pilkada bukanlah ajang pertarungan gladiator seperti zaman Romawi, dimana kemenangan dimaknai ketika yang kalah harus benar-benar mati. Pilkada adalah kompetisi mendapatkan mandat rakyat, yang diberi kesempatan pula untuk menempuh proses hukum jika ada yang menduga terjadinya pelanggaran secara terstruktur, massif dan sistematis. 

Gugatan itu bukan tidak mengakui kemenangan melainkan proses normal berkompetisi di negara demokratis dan negara hukum. Jadi, begitu semua proses berakhir, maka berakhirlah segenap kompetisi. Selanjutnya, semua pihak haruslah dalam satu spirit: kita memang lawan, tapi kita bukan musuh!. [red]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI