Menguji Klam Kedekatan 02 dengan Presiden
Font: Ukuran: - +
Reporter : Redaksi
Presiden RI Prabowo Subianto. Foto: setkab.go.id
DIALEKSIS.COM | Tajuk - “Orang bijak bilang dengan koneksi dan komunikasi pasti ada solusi membangun Aceh. Itulah yang tidak dipunyai oleh nomor urut 1,” kata Fadhlullah, pendamping calon gubernur Muzakir Manaf.
Pernyataan itu terbilang cukup mengganggu Pasangan 01. Buktinya, Bustami Hamzah sebagai calon gubernur langsung berusaha mematahkan klaim kedekatan yang disampaikan Pasangan 02 itu.
“Dianya (presiden) milik semua rakyat Indonesia. Kalau saya terpilih, saya juga punya cara menghadap beliau. Jangan klaim mengklaim. Saya akan menghadap presiden minta Perpu, penganti undang-undang untuk perpanjangan Otsus Aceh,” tegas Bustami Hamzah.
Para pendukung Pasangan 01 juga berupaya mematahkan klaim Bustami - Fadhlullah. Bahkan sebuah video pidato Prabowo di acara Penutupan Kongres VI PAN (24/8) diupload kembali untuk menegaskan bahwa Prabowo tidak akan mengintervensi Pilkada.
Padahal, pidato Prabowo selaku Ketum Gerindra itu disampaikan dalam konteks membela Jokowi yang dituduh ikut campur dalam urusan Pilkada. Prabowo pun menegaskan jika dirinya menyerahkan urusan Pilkada kepada junior-junior (Gerindra) untuk memilih. Siapapun tidak ada masalah.
Tentu saja sebagai presiden terpilih tidak mungkin Prabowo menegaskan bahwa dirinya akan melakukan cawe-cawe di Pilkada, sama seperti Jokowi yang selalu membantahnya.
Berbeda dengan calon kepala daerah. Sangat sulit menemukan calon yang tidak meminjam kedekatan dengan tokoh politik sebagai “bahan” untuk menambah dukungan.
Bukan hanya Mualem dan Dek Fadh. Bustami - Syech Fadhil juga melakukannya. Pada awal-awal menuju pencalonan, semasa masih menjadi Pj Gubernur Aceh, pertemuan dengan Jokowi dijadikan bahan untuk menarik dukungan.
Bahkan, sempat berkembang kabar bahwa Bustami mencalonkan diri karena didukung oleh Jokowi. Begitu juga dengan dukungan NasDem dan Golkar yang dikabarkan karena adanya petunjuk dari Jokowi.
Dalam politik tentu hal demikian dapat dimaklumi. Namun, publik tentu bisa menguji klaim Mualem - Dek Fadh soal kedekatan mereka, yang disebut dapat menjadi modal politik bila mereka terpilih.
Semua orang tahu bahwa antara Mualem dan Prabowo ada ikatan sejarah politik yang panjang. Keduanya hampir tidak pernah terpisah dalam hal dukung mendukung, termasuk di Pilpres dan Pilkada 2024.
Dek Fadh sendiri adalah kader dari partai yang dipimpin oleh Prabowo Subianto. Sedangkan Prabowo adalah sosok yang sudah beberapa kali menang di Aceh. Baru Pilpres 2024 Prabowo kalah di Aceh.
Keberadaan Prabowo yang saat ini menjadi Presiden RI ke-8 memang penting. Namun, yang juga sangat penting dalam usaha menggoalkkan kepentingan Aceh di nasional adalah dukungan di DPR RI.
Jika Aceh bermaksud melakukan perubahan UUPA dengan harapan diperpanjang Dana Otsus maka kuncinya adalah juga dukungan DPR RI selain dari dukungan Pemerintah.
Secara peta dukungan politik, Pasangan 02 didukung oleh partai-partai yang total penguasaan kursinya berjumlah lebih banyak dari Pasangan 01. Posisi ketua DPR RI juga dipegang oleh kader PDI-P yang juga mendukung Mualem - Dek Fadh.
Perubahan UUPA juga sangat tergantung di DPRA. Dan, jika Mualem - Dek Fadh memimpin eksekutit maka sebagai pihak yang harus dimintai pertimbangannya dalam regulasi terkait Aceh, tentu akan membuat semuanya jadi lancar.
Jumlah partai yang menguasai kursi di DPR Aceh juga lebih banyak yang mendukung Mualem - Dek Fadh. Sebaliknya, jika Bustami - Syech Fadhil yang terpilih, peta dukungan bisa sangat berbeda, sangat tidak selancar jika Mualem - Dek Fadh yang memimpin.
Situasi politik kira-kira akan sama dengan situasi politik yang terjadi pada saat Irwandi - Nazar dan Irwandi - Nova memimpin Aceh. Berjalan, tapi panas!