kip lhok
Beranda / Tajuk / Politik Kotor dan Hoaks di Pilkada Aceh Selatan

Politik Kotor dan Hoaks di Pilkada Aceh Selatan

Senin, 02 September 2024 08:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Redaksi

Ilustrasi mahar calon kepala daerah kepada partai politik. Foto: Beritasatu.com



DIALEKSIS.COMM | Tajuk - Kampanye politik yang sehat seharusnya menjadi ajang adu gagasan, visi, dan misi demi masa depan yang lebih baik. Namun, yang terjadi di Pilkada Aceh Selatan justru menunjukkan sebaliknya. Hoaks dan isu tak sedap digunakan sebagai senjata untuk menjatuhkan lawan, merusak tatanan demokrasi yang seharusnya dijunjung tinggi.

Mulai dari tuduhan bahwa seorang kandidat "tidak layak memimpin daerah penghasil pala Aceh Selatan" hingga fitnah tak berdasar bahwa untuk mendapatkan dukungan partai, seorang kandidat harus membayar Rp1 miliar kepada Partai NasDem. Tuduhan-tuduhan ini tidak hanya menyesatkan tetapi juga mencerminkan cara-cara kotor yang digunakan oleh oknum tertentu untuk memenangkan pertarungan politik dengan merusak reputasi lawan.

Beruntung, isu tersebut segera terbantahkan. Misran, Bendahara DPD NasDem Aceh Selatan, bersama Muntasir, Ketua DPD Partai NasDem Aceh Selatan, memberikan klarifikasi yang kuat. Darmansyah dan Zamzami, Sekretaris Wilayah Partai NasDem, juga menepis tuduhan ini secara langsung. Namun, fakta bahwa cara-cara ini digunakan tetap harus menjadi perhatian serius.

Menyebarkan hoaks bukanlah ciri dari masyarakat yang menjunjung tinggi moralitas dan etika. Hoaks dan fitnah hanya mencerminkan keputusasaan pihak-pihak tertentu yang tidak memiliki cara yang lebih baik untuk berkompetisi. Di Pilkada Aceh Selatan, tampaknya sebagian pihak lebih memilih jalan pintas yang tidak bermoral, daripada menawarkan solusi nyata untuk masalah yang dihadapi oleh masyarakat.

Ketika hoaks menjadi alat politik, kualitas demokrasi kita dipertaruhkan. Pilkada yang seharusnya menjadi proses pendidikan politik bagi masyarakat, justru berubah menjadi arena perang informasi palsu. Ini adalah indikasi merosotnya etika politik kita. Jika dibiarkan, generasi mendatang akan tumbuh dalam lingkungan politik yang korup dan tak bermoral.

Sudah saatnya kita kembali ke esensi demokrasi yang sebenarnya, yakni mengembalikan politik pada rel yang santun dan bermartabat. Demokrasi yang sehat membutuhkan persaingan gagasan, bukan pertempuran kotor dengan senjata hoaks. Pemimpin yang benar-benar layak adalah mereka yang dapat berdiri dengan program nyata, menawarkan solusi, dan membawa perubahan yang diinginkan masyarakat.

Mari hentikan politik kotor ini. Kembalikan Pilkada sebagai ajang kompetisi gagasan yang sehat, bukan medan perang informasi palsu yang memecah belah masyarakat. Kedepankan politik yang santun, yang menghormati lawan sebagai sesama warga negara yang berhak untuk bersuara. Politik yang beretika tidak hanya memperkuat persatuan, tetapi juga mengedukasi masyarakat tentang nilai-nilai demokrasi sejati.

Sebagai bangsa yang besar, kita harus yakin bahwa politik bukan tentang menang atau kalah dengan cara apa pun, melainkan tentang bagaimana kita menghargai perbedaan dan mencari solusi terbaik bagi kepentingan bersama. Politik yang beradab adalah politik yang merangkul, bukan memukul; politik yang membangun, bukan menghancurkan. Inilah politik yang kita butuhkan untuk masa depan yang lebih baik bagi Aceh Selatan, dan Indonesia.

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda